Firman Allah SWT : “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam surga yang penuh kenikmatan ” (QS. Ath Thuur: 17).
Karena begitu mulia dan tingginya kedudukan taqwa ini, maka untuk mencapainya diperlukan kerja keras serta usaha yang sungguh-sungguh dan terus menerus sepanjang hayat.
Untuk menggapai status taqwa ini, Allah SWT telah menunjukkan jalan atau tuntunan dengan melaksanakan ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lainnya, yaitu ibadah langsung dengan Allah SWT (hablun minallah), yaitu bertujuan untuk melatih atau mendidik yang bersih dan ikhlas, maka akhlak seseorang akan baik dan akan membuahkan amal-amal yang baik pula. Sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW:
“Ketahuilah bahwasanya dalam jasad (manusia) ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka akan baiklah semua jasad manusia. Akan tetapi apabila segumpal daging itu rusak, maka akan rusaklah seluruh jasad manusia. Ketahuilah (oleh kalian), bahwa segumpal daging itu adalah qalbu ” (HR Muslim).
Shalat (sebagaimana yang telah disinggung di atas) bukanlah satu-satunya ibadah yang berfungsi untuk pendidikan dan pelatihan jiwa (qalbu) agama menghasilkan akhlaqul karimah, yang akan membuahkan amalan-amalan shaleh serta mulia (rahmatan lil alamin).
Akan tetapi shalat merupakan ibadah utama untuk tujuan atau maksud tersebut. Amal ibadah adalah hal yang sangat penting dan merupakan kunci untuk bahagia atau celakanya seseorang di akhirat kelak. Ibadah shalatlah yang mula pertama kali yang akan diperiksa atau ditimbang pada hari kiamat kelak (sebelum memeriksa amalan-amalan yang lainnya).
Ibadah Prioritas
Mengingat sangat penting dan vitalnya urusan ibadah shalat ini, dan yang akan menentukan kedudukan manusia di akhirat kelak, apakah akan masuk surga atau masuk neraka, maka seyogyanyalah ibadah yang satu ini mendapat perhatian dan prioritas utama dalam pemeliharaan dan pengamalannya, baik tata caranya maupun waktu-waktu pelaksanaannya.
Agar shalat kita mencapai sasarannya, (membentuk pribadi yang bertaqwa), maka langkah-langkah atau kiat-kiat di bawah ini perlu diusahakan.
1. Hendaklah berwudhu dengan sempuma, kemudian berangkat menuju tempat shalat dengan hati yang ikhlas dan tenang serta dengan rasa senang karena hendak menghadap atau bertemu dengan Allah SWT.
2. Hendaklah berangkat dengan keyakinan yang sungguh-sungguh, bahwa Allah SWT sangat mencintai dan menyayangi hamba-Nya yang bertaqwa.
3. Hendaklah menghadap Allah SWT (shalat) dengan khusyu’ dan berbekal hati yang ikhlas serta rasa syukur yang sebesar-besarnya, karena Dia telah menurunkan agama kepada kita, yang akan mengantarkan kita kepada kehidupan bahagia, baik di dunia maupun diakhirat kelak.
4. Menyakini dengan sungguh-sungguh bahwa janji Allah SWT pasti benar dan hanya lslamlah agama yang diterima-Nya.
5. Memahami makna dan bacaan shalat. Dengan memahaminya maka hubungan antara seorang hamba dengan Allah SWT akan lebih komunikatif, sehingga akan sangat membantu kekhusyu’an.
6. Menyakini, menghayati dan merasakan bahwa kita sedang menghadap Allah SWT, di mana Dia selalu melihat dan memperhatikan semua keadaan dan tingkah laku kita, bahkan isi hati kita.
7. Memahami atau menghayati bacaan shalat dengan sungguh-sungguh dengan bacaan yang tartil dan tidak terburu-buru
8. Berdoa dengan sungguh-sungguh di dalam shalat, karena Allah SWT akan mengabulkan doa hamba-Nya.
9. Bersikaplah seolah-olah shalat kali ini adalah yang terakhir, karena sesungguhnya kita tidak tahu apakah umur kita akan sampai besok atau tidak.
10. Hendaklah selalu mewaspadai gangguan syetan yang selalu berusaha untuk membuyarkan pikiran atau kekhusyu’an orang yang sedang shalat.
11. Menjauhi perkara-perkara yang tidak bermanfaat, baik melalui perbuatan, pendengaran, penglihatan maupun hati (pikiran). Karena hal itu bisa membuat hati kita kotor kembali yang akan menjadikan shalat yang kita kerjakan sia-sia.
12. Memahami bahwa indikasi ibadah shalat seseorang diterima Allah SWT atau tidak, terlihat dari akhlaqnya di luar shalat, bukan ketika melaksanakan shalat.
13. Di setiap keadaan baik hendaklah selalu bersikap ihsan, yaitu bersikap seolah-olah kita melihat Allah SWT dan menyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Allah SWT pasti melihat, mengawasi dan berada bersama kita.
14. Menyakini dengan sungguh-sungguh bahwa amal perbuatan yang kita lakukan di dunia merupakan tanaman atau tabungan bagi diri kita sendiri yang akan kita panen atau kita petik serta kita pertanggung-jawabkan dihadapan-Nya diakhirat kelak.
0 komentar:
Posting Komentar