Dahulu, seingat saya ayah dan ibu mempunyai hubungan yang sangat baik dengan saudara-saudara sepupunya. Juga dengan sanak famili. Begitu juga dengan orang-orang sekampung.
Almarhum Ayah dan ibu berpindah ke Jakarta semenjak tahun 1955. Kemudian adik-adik ayah dan beberapa saudara sepupunya pindah pula ke Jakarta. Hubungan antara ayah dengan adik-adiknya, juga dengan saudara sepupunya begitu baiknya. Mereka dengan tidak dibuat-buat satu sama lain saling mencintai dan saling menyayangi. Begitu juga dengan orang-orang sekampungnya.
Seingat saya ada saudara sepupu ayah yang nakal, suka mencuri dan mencari keributan dan tinggal dirumah kami. Saya sampai sebal dibuatnya. Tetapi ayah dan ibu menghadapinya dengan sabar. Padahal kalau menurut saya orang seperti itu diusir saja dari rumah. Karena selalu membikin keributan dan keonaran.
Tapi ayah dan ibu menghadapinya dengan lemah lembut dan memberi penyadaran kepadanya dengan sabar, sehingga akhirnya saudara sepupu ayati itu tumbuh menjadi seorang ustadz yang cukup terpandang di jakarta ini. Kalau mengingat kelakuan masa mudanya waktu tinggal dirumah kami, rasanya mustahil dia akan jadi orang baik. Apalagi sampai menjadi ustadz.
Dimasa saya tua sekarang (sudah 7 tahun pensiun) saya amati kehidupan anak-anak dan para keponakan jauh sekali berbeda. Mereka saling tidak peduli. Kadang-kadang seperti tidak saling kenal. Dengan enteng saja meremehkan dan meleceh saudaranya. Jangankan dengan orang-orang sekampung dan para tetangga, dengan sa’udara sepupu saja mereka jauh. Dan ada pula dengan saudara kandung bertengkar. saling tidak bertegur sapa dan tidak bermaaf-maafan dikala iedul fitri.
Saya merasa, saya dan generasi saya (saudara-saudara saya sepupu) sepertinya gagal dalam menciptakan kehidupan yang saling sayang menyayangi dan saling mencintai. Inilah yang sekarang saya rasakan sebagai dampak yang buruk terhadap kehidupan moderen di kota besar Jakarta ini.
Tidak tahu apakah saya terlalu sentimental, ataukah itu merupakan penyakit orang tua yang selalu melihat kebelakang, ke masa lalu, dan sepertinya masa lalu itu begitu baik dan begitu indah. Padahal sayapun maklum bahwa masa lalu itu tidaklah sebaik dan seindah yang saya paparkan diatas.
Tapi, menurut perasaan saya yang mungkin sekali sangat subyektif, rasanya perasaan saling cinta dan saling menyayangi sesama saudara, sesama kerabat dan sanak famili, juga dengan orang sekampung dan masyarakat pada umumnya. merupakan nilai-nitai yang perlu dibina dan dilestarikan (aduh maaf, ustadz masuk juga istilah penataran P4. maklum saja mantan manggala).
Kiranya buletin dakwah Al-Huda memberi perhatian juga tentang masalah tersebut. disampmg masalah-masalah kenegaraan dan kebangsaan, karena hal tersebut juga mempengaruhi atmosfir kehidupan masyarakat dimasa kini dan dimasa depan. baik masyarakat muslim, maupun dalam pergaulan hasional sebangsa dan setanah air.
Jawaban :
Apa yang saudara penanya kemukakan merupakan bagian penting dari ajaran agama Islam, yaitu menyangkut hal “muamalah”. Di dalam kitab-kitab fiqih hal tersebut disebut “fiqih muamalah”
Fiqih muamalah itu secara garis besar-nya terbagi dua, yaitu hal-hal yang bersangkutan dengan hukum dan norma-norma. Yang keduanya hal-hal yang bersangkutan dengan adab dan akhlak.
Apa yang saudara penanya paparkan adalah bagian dari adab dan akhlak bermuamalah.
Hubungan kekerabatan adalah hu-bungan yang disebabkan oleh pertalian darah, baik melalui jalur ayah, maupun melalui jalur ibu. Kerabat dekat itu adalah saudara-saudara ayah dan saudara-saudara ibu. Kemudian saudara-saudara ka-kek dan saudara-saudara nenek. Lebih |auh dan itu lagi disebut sanak famili, yang mungkin saja bertemu juga nasabnya (silsilah kekerabatannya) dengan nasab kita pada generasi kelima atau generasi keenam diatas kita.
Rasa sayang menyangi dan saling mencinta antara sesama kerabat merupakan satu dari berbagai fitrah yang diberikan Allah SWT kepada setiap manusia Artinya semenjak kelahirannya, seorang manusia sudah diberi oleh Allah rasa menyangi dan rasa mencintai terhadap orang-orang dekatnya. Terhadap ayah ibunya. Terkadap kakek neneknya. Terhadap saudara-saudaranya. Terhadap paman dan bibinya dan anak-anak mereka.
Karena rasa sayang menyayangi dan salmg cinta itu sudah merupakan fitrah sudah ada dalam diri setiap manusia, maka sebenarnya tidaklah susah untuk memelihara dan merawatnya. Sehingga sesuatu yang fitrah yang baru merupakan “potensi baik” itu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan nyata.
Untuk itu … datanglah ajaran agama memberikan bimbingan. Baiknya hubungan kekerabatan itu digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai pembawa berkah, memberikan rezeki dan memanjangkan umur. Di dalam sahih Imam Bukhari diberitakan: “sahabat Rasulullah SAW yang bernama Zaid Al Anshari berkata - Beritahukanlah aku kepada amal yang akan memasukkan aku ke dalam surga - Rasulullah SAW menjawab - Sembahlah Allah dan jangan menyekutukan Dia dengan sesuatu. Dirikanlah shalat. Bayarkanlah zakat. Dan hubungkanlah (peliharalah) silaturrahmi “.
Jadi, jalan yang pertama untuk membina sayang menyangi kekerabatan itu adalah dengan silaturrahmi. Dengan saling kunjung mengunjungi. Bukan hanya dikunjungi, tapi tidak mau mengunjungi. Dengan saling kunjung mengunjungi datanglah saling hormat menghormati.
Keduanya, menutupi kejelekan mereka. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) yang amat keji itu tersiar dikalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan diakhirat…” (Surat 24/An Niuur, ayat 19).
Ketiga, memberikan bantuan apabila kerabat itu sedang memerlukan pertolongan. Firman Allah SWT : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya…..” (Surat 65/Ath Thalaaq, ayat7).
Itulah beberapa bagian penting dalam hal membina sayang menyangi dan saling cinta sesama kerabat. Ada hal-hal yang harus diketahui. Dan ada hal-hal yang harus dikerjakan (diamalkan). Bukan hanya sekadar tahu saja. Tapi dipraktekkan.
0 komentar:
Posting Komentar