Jumat, 17 Desember 2010

Manusia Pelaku Peradaban

Para filsuf telah berusaha untuk memberikan definisi kepada manusia sebagai “hewan yang berbicara”. Pandai berbicara bukan hanya sekedar mengucapkan kata-kata menurut penelitian para ahli, sebagian hewan juga berbicara dengan bahasa mereka dan memiliki akal dalam kadar yang sangat rendah. Berbicaranya manusia adalah dengan pembicaraan yang telah diolah oleh pikiran yang jemih. Sehingga hanya manusia yang menjadi pelaku peradaban.
Tatkala perilaku dan berbicara manusia itu tidak lagi mempergunakan akal pikiran, sehingga berjalan tidak lagi berdasarkan petunjuk wahyu Allah SWT, maka kemanusiaan manusia waktu itu gugur dan ia kembali sebagai makhluk yang kedudukannya adalah dapat disamakan dengan hewan; memiliki anggota tubuh yang membutuhkan makan dan minum, dan memiliki hasrat untuk melampiaskan nafsunya, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Firman Allah : “Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang temak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yanglalai “. (QS. Al-A’raf: 179).
Manusia ditinjau dari asli katanya berasal dari bahasa Arab yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai al-basyar, an-naas dan al-ins atau al-insan. Namun, jika ditinjau dari segi bahasa serta penjelasan Al-Qur’an sendiri, pengertian ketiga kata tersebut saling berbeda.
Manusia sebagai Al-Basyar
Al-Basyar adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan, dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya. Manusia dalam pengertian ini terdapat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 35 kali. Dari pengertian-pengertian tersebut:
• 25 kali diantaranya berbicara tentang “kemanusiaan” para rasul dan nabi,
• 13 ayat di antaranya menggambarkan polemik para rasul dan nabi dengan orang-orang kafir yang isinya keengganan mereka terhadap apa yang dibawa oleh para nabi dan rasul, sebab menurut mereka nabi dan rasul adalah manusia biasa seperti mereka.
Allah berfirman: “Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengamya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka : ‘Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, Maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?’ ” (QS. Al-Anbiya: 2-3)
Dan memang benar bahwa realitanya, rasul adalah manusia biasa dengan sifat-sifat kemateriannya. Yang membedakan adalah mereka diberi wahyu oleh Allah untuk disampaikan kepada ummat-nya. Allah berfirman: “Katakanlah: ‘Sesungguhnya Aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa’ ” (QS. Al-Kahfi : 110).
Berkaitan dengan hal ini Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku ada-lah seorang manusia seperti kamu juga. Kamu datang untuk berper-kara; barangkali sebagian kamu lebih pandai mengemukakan alat bukti dari sebagian yang lain, lalu kami putuskan perkara tersebut se-suai dengan keterangan yang saya terima” (HR. Bukhari-Muslim)
Manusia sebagai An-Nas
Manusia dalam Al-Qur’an juga disebut an-nas. Kata an-nas dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 240 kali dengan keterangan yang jelas menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam.
Firman Allah: ” Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal “. (QS. Al-Hujarat; 13)
Manusia sebagai Al-Insan
Kata al-ins atau al-insan disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, kata al-ins senantiasa dipertentangkan dengan al-jinn (jin), yakni sejenis makhluk halus yang tidak bersifat materi yang hidup diluar alam manusia, dan tidak tunduk kepada hukum alam kehidupan manusia sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an sebagai makhluk diciptakan dari api. Makhluk yang membangkang tatkala diperintahkan untuk bersujud kepada Adam.
Kata al-insan bukan berarti basyar dan bukan juga dalam pengertian al-ins. Dalam pemakaian Al-Qur’an, mengandung pengertian makhluk mukallaf (yang dibebani tanggung jawab) mengemban amanah Allah untuk menjadi khalifah dalam rangka memakmurkan bumi. Al-insan sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Alaq adalah mengandung pengertian sebagai makhluk yang diciptakan dari segumpal darah, makhluk yang mulia sebab memiliki ilmu, dan makhluk yang melampaui batas karena telah merasa puas dengan apa yang ia miliki.
Dalam beberapa surat lain dalam Al-Qur’an, manusia digambarkan sebagai:
• makhuk yang suka membantah (QS. An-Nahl’ : 4),
• makhluk yang lemah dan hina (QS. A-Nisa’ : 28),
• makhluk yang mudah dipengaruhi oelh sesuatu sehingga lupa kepada Tuhannya (QS. Al-Infithar: 6-8),
• makhuk yang melampaui batas dan melupakan penciptanya (QS. Al-lsra’ : 67).
• Namun disamping itu, sebagaimana disebutkan diatas bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan untuk memakmurkan bumi, meskipun pernyataan Allah tersebut mendapatkan sanggahan dari para malaikat yang mengatakan bahwa manusia adalah makhuk yang akan banyak menumpahkan darah dan membuat kerusakan dimuka bumi.
Allah SWT telah memberikan keistimewaan kepada manusia dibandingkan dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain, sebagaimana Allah SWT telah menciptakan Adam dari tanah liat, yang kemudian di-tiupkan ruh kepadanya, lantas Allah memberikan kemampuan untuk berbicara (al-bayan) yang menggugah hati dan perasaan, sehingga manusia dalam arti basyar berubah menjadi manusia yang berarti insan yang sanggup menerima Al-Qur’an sebagai petunjuk. Yang semuanya itu mengandung resiko dengan adanya ujian-ujian yang akan menimpanya, baik itu bersifat positif atau negatif.
Amanah dan tanggung jawab Manusia
Dari segi tanggung jawab dan amanah yang dipikulkan kepada manusia diatas bumi ini, maka manusia bisa lebih tinggi nilainya dari malaikat, jika ia memang benar-benar bertanggung jawab atas amanat tersebut.
Manusia memiliki resiko baik dan buruk, sedangkan malaikat hanya makhluk yang tidak mempunyai resiko apapun sebab tidak memiliki nafsu. Selanjutnya manusia yang bertanggung jawab dan menunaikan amanah ini adalah manusia yang mempunyai sifat-sifat yang sempurna, seperti rahmah, mulia, beramal saleh, berkehendak, berlaku adil dan masih banyak sifat yang lain yang dituntut kepada manusia untuk mengikutinya sesuai dengan kemampuannya.
Tatkala tanggung jawab dan amanah itu dijalankan dengan baik manusia dikatakan sebagai ahsani taqwim (sebaik-baik ciptaan). Hal ini hanya dapat dicapai melalui iman dan amal yang saleh. Iman berarti mempercayai apa yang datang dari Allah SWT dan yang disampaikan Rasulullah SAW sekaligus melaksanakannya.
Artinya, dengan unsur dengan unsur tanggung jawab sebagai makhluk yang berfikiran dan dengan alat al-bayan yang dimilikinya ia harus melaksanakan apa yang didatangkan Allah SWT melalui para utusan-Nya. Kemudian amanah yang dititipkannya diperlihara dengan baik untuk dipertanggung jawabkan kepada pemberi amanah tersebut.
Sebaliknya tatkala ia tidak bisa berlaku amanah, dengan mengikuti hawa nafsunya, melakukan penipuan terhadap Allah dan sesama manusia, merasa diri berkecukupan, merasa diri punya kekuasaan mutlak dan memiliki sifat-sifat tercela lainnya. Disinilah poin kejatuhan manusia menjadi asfala safilin (tingkatan yang paling rendah).
Firman Allah : “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-nendahnya (neraka) “. (QS. At-Tin : 4-5).
Untuk terlaksananya tugas tersebut diatas, disamping mempunyai akal dan kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, maka ia juga diberi kemerdekaan memilih sikap dalam melaksanakan tugasnya di muka bumi. Kemerdekaan memilih ini menyangkut segala yang berbentuk perbuatan dan keyakinan seseorang berbuat, berfikir, berpendapat, dan berakidah, yang tentunya kemerdekaan tersebut tidak melampaui batas dan ketentuan Allah SWT.
Continue Reading...

Khusnul Khotimah

Pertanyaan:
Seorang teman akrab saya, pintar, sukses dan kaya. Hidupnya penuh keberuntungan, dan sepertinya hidupnya tidak pernah punya permasalahan.
Orangnya sangat simpatik dalam pergaulan, sangat loyal kepada perkawanan, tidak pernah menolak untuk menolong temannya yang dalam kesulitan, sepertinya bagi dia menolong setiap orang temannya atau bukan temannya tidak pernah menjadi masalah baginya.
Saya sendiri sudah tak tertolong banyaknya dibantu oleh dia. Sehingga kadang-kadang saya malu untuk minta bantuan lagi, tapi karena kesulitan hidup berkali-kali saya terpaksa minta tolong dia lagi. Dan selalu saja dia memberikan bantuan tanpa banyak cincong.
Hal itu bukan saja terhadap saya yang memang teman akrabnya semenjak SD tetapi juga terhadap teman-teman yang lain, apalagi terhadap sanak familinya, tangannya selalu terbuka.
Dan yang hebatnya lagi dia selalu memberikan bantuan itu dengan tulus, dengan senyum tanpa pernah menunjukkan keberatan dan memberi nasehat seperti kalau kita meminta bantuan dengan teman yang lain ataupun ketika kita meminta bantuan dengan sanak famili.
Jangan tanya dalam hal membantu anak yatim ataupun dalam membantu pembangunan masjid dan musholla, dia dikenal dimana-mana sebagai donatur yang selalu terbuka memberikan bantuan.
Hanya saja …… teman akrab saya itu belum menjalankan perintah agama dengan tertib dan taat. Shalatnya kadang-kadang saja. Kalau puasa ramadhan, hanya dihari pertama dan dihari terakhir saja. Tapi, dalam soal zakat dia sangat taat.
Yang lain lagi hidupnya glamour dari pelukan perempuan yang satu kepelukan perempuan yang lain Dalam soal ini istermya cukup makan hati. Namun keharmonisan keluarga dan rumah tangganya terpelihara. Karena pada akhirnya loyalitasnya adalah pada istri dan rumah tangganya.
Bila hal itu saya singgung kepadanya, dengan serius dia menjawab : “Sabar sobat, sekarang saya lagi muas-muasin kehidupan. Kapan lagi kita menikmati hidup, dimasa muda ini kan?
Nanti, kalau umur saya udah 45 tahun, saya akan pergi haji, dan belajar agama dengan serius, sehingga diumur 50 tahun nanti saya sudah boleh menyandang kiyai haji, dan saat itu saya akan punya pesantren sendiri. Pendeknya, akhir hidupku nanti khusnul khatimah!”, demikian jawabannya berulang-ulang kepada saya. bila menyinggung gaya hidupnya.
Empat bulan yang lalu teman akrab saya itu meninggal dunia mendadak, karena kecelakan lalu lintas di jalan tol. Umurnya baru 39 tahun. Saya menangisi kematiannya.
Saya menagis karena saya sedih, cita-citanya untuk kiyai haji, untuk punya pesantren sendiri, untuk khusnul khatimah sepertinya tidak tercapai. Betulkah demikian ustadz?
Sebaliknya, saya punya paman adalah seorang yang sangat alim, yang disaat menginjak umur 60 tahun terkena berbagai penyakit, dimulai dengan diabetes, kemudian berkembang menjadi komplikasi ke jantung dan ginjal.
Beliau sempat sakit hampir 6 tahun. Penyakitnya menahun, dan pada waktu akhir-akhir dari kehidupannya, beliau begitu takut kepada kematian dan sepertinya tidak terima, kenapa orang yang sebaik dia, sealim dia, diberikan cobaan hidup yang begitu berat dengan berbagai penyakit?
Ketika beliau meninggal dunia saya juga menangis, saya khawatir beliau tidak khusnul khatimah, karena dimasa-masa akhir kehidupannya dia begitu takut dengan kematian, dan sepertinya tidak bisa menerima atas takdir Allah SWT yang ditimpakan kepadanya.
Saya takut jangan sampai beliau berburuk sangka kepada Allah SWT. Dan hal itu dengan takut-takut pernah saya ingatkan kepada beliau. Dan saya lihat beliau hanya terdiam, kalau hal itu saya ingatkan.
Dalam keadaan yang demikian beliau meninggal dunia, adakah beliau mendapatkan khusnul khatimah?
Jawaban:
Khusnul khatimah, maknanya adalah mengakhiri hidup dengan baik. Yaitu mengakhiri hidup dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Secara logika agama Islam itu mudah sekali, yang penting itu adalah mengakhiri hidup dengan khusnul khatimah. Apakah sepanjang hidupnya yang lain tidak taat, tidak takwa tidak jadi soal. Karena itu memang banyak orang Islam berkata, . …”nanti kalau saya udah tua….saya akan taat”.
Almarhum Prof. Mr Kasman Singodimejo, pernah berkata : “Dalam Islam itu yang penting matinya khusnul khatimah. Hidupnya sebelumnya bejat, nggak jadi soal. Yang penting matinya khusnul khatimah. Tapi masalahnya, tahukah saudara, kapan saudara akan mati?
Kalau saudara tahu: ya boleh saja mengumbar kehidupan semaunya, begitu tiga tahun lagi akan meninggal dunia, langsung hidupnya taat sehingga mendapat khusnul khatimah. Tapi … masalahnya saudara kan tidak tahu kapan saudara mati!
Supaya saudara mati dalam keadaan khusnul khatimah. maka hendaklah hidup dalam taat dan takwa. Karena hanya dengan itu ada jaminan saudara akan mati dalam keadaan khusnul khatimah!”
Lebih lanjut Pak Kasman memberi contoh : “Seperti mahasiswa, yang paling beruntung itu tidak belajar, tapi lulus. Yang normal itu tidak belajar, ya tidak lulus. Yang normal itu belajar dan lulus. Yang malang itu, belajar tapi tidak lulus. Supaya lulus, yang normal ialah dengan belajar. Karena itu mahasiswa yang mau lulus tentulah harus belajar!”.
Nah,…. seperti teman saudara penanya, ternyata maut menjemputnya disaat dia masih jauh dari umur45 tahun. Apakah dia khusnul khatimah? Wallahu alam, karena hal itu adalah, tergantung kepada Allah SWT. Hanya dari sudut zahirnya, seperti saudara penanya katakan teman itu adalah seorang yang tidak taat dan tidak takwa.
Mengenai paman yang alim, insya Allah beliau mengetahui bahwa setiap orang yang beriman itu akan mendapat ujian. Para nabi dan para rasul saja mendapat berbagai ujian yang berat-berat, dan diantaranya berupa ujian penyakit berat yang menahun.
Bahwasanya orang takut kepada mati adalah wajar. Bahwasanya orang mengeluh ketika mendapat musibah juga adalah normal. Sepanjang ketakutan kepada mati dan keluhan terhadap musibah tidak sampai meninggalkan perintah dan larangan Allah SWT serta tidak berburuk sangka kepada Allah SWT dan takdir-Nya, insya Allah masih berada dalam koridor yang dibolehkan.
“Orang mukmin” itu kata Rasulullah SAW adalah beruntung : “Mereka syukur ketika mendapat nikmat dan sabar ketika mendapat musibah” (HR Imam Muslim) Mudah-mudahan kita semua begitu. Amin.
Continue Reading...

Musibah Pelebur Dosa

musibah gempa
Dalam sebuah hadis disebutkan, kelak pada hari kiamat akan didatangkan seorang penduduk dunia yang paling mendapatkan nikmat dari penghuni neraka. Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka dengan sekali celupan. Kemudian ditanya, “Wahai anak keturunan Adam, apakah kamu pernah melihat kebaikan? Apakah kamu pernah mendapatkan kenikmatan?” la menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Tuhanku.”
Lantas didatangkan seorang yang paling menderita di dunia dari penduduk surga, lalu ia dicelupkan ke dalam surga sekali celupan. Lantas ditanya, “Wahai anak keturunan Adam, pernahkah kamu melihat penderitaan? Pernahkah kamu merasakan kesengsaraan?”
la pun menjawab, “Tidak demi Allah, wahai Tuhanku. Tidak pernah aku mengalami penderitaan dan tidak pernah melihat kesengsaraan.” (HR Muslim).
Secara kasat mata, ada segolongan manusia yang menderita secara fisik karena baru saja ditimpa bencana serta kehilangan harta benda yang dimiliki. Tapi, bagi manusia beriman, cobaan fisik seperti itu tak membuatnya sakit berkepanjangan.
Musibah yang menimpa tidak menjadikannya berputus asa dari karunia-Nya. Ujian yang diterima justru dijawab dengan tetap beribadah kepada-Nya, bahkan semakin mendekatkan diri kepada-Nya.
Dengan sikap tawakal dan sabar, insya Allah, dia tak akan merasakan sakitnya musibah ketika hidup di dunia, karena Allah SWT menggantinya dengan kenikmatan tiada tara. Sebagai balasan atas keimanannya kepada Yang Maha kuasa, dia akan tetap dapat bertahan di tengah cobaan hidup yang bertubi-tubi.
Kadar iman dan takwa mendorongnya untuk mengatakan kepada Sang Pencipta, Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” (QS. Al-Baqarah [2]: 156).
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah menyebutkan, orang-orang beriman ketika tertimpa musibah dan cobaan, akan berusaha mengobati sendiri. Caranya, pertama, menyadari sepenuhnya dunia adalah tempatnya ujian, petaka, dan musibah.
Kedua, melihat sekelilingnya bahwa masih banyak musibah lain yang jauh lebih besar dari musibah yang menimpa orang lain. Ketiga, menyerahkan kepada Allah SWT seraya mengharap pahala atas musibah yang menimpanya, serta meminta ganti yang lebih baik hanya kepada-Nya.
Keempat, meyakini bahwa cobaan dan musibah sebagai pelebur dari dosa-dosanya yang telah lalu. Rasululah SAW bersabda, “Senantiasa cobaan menimpa laki-laki dan perempuan yang beriman pada tubuhnya, harta, dan anaknya, sehingga ia berjumpa dengan Allah SWT dalam keadaan tidak memiliki dosa.” (HR Ahmad dan At-Tirmidzi).
Continue Reading...

Usaha dan Doa

Di dalam kehidupan umat, doa adalah tumpuan hidup sehari-hari, maka tidak sedikit yang menjadikan doa itu sebagai gantungan dalam hidupnya. Hal ini dapat kita lihat dan kita rasakan di saat seseorang atau sekelompok orang akan memulai suatu usaha atau pekerjaan, hati mereka secara spontanitas langsung berbisik, semoga Tuhan memberikan kemudahan serta keberhasilan sebagaimana yang mereka harapkan.
Ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh dan peranan do’a dalam kehidupan manusia di dunia ini. Hal ini diakui oleh Rasulullah dalam sabdanya, “Doa itu adalah mukhul (penggerak) ibadah (kegiatan hidup setiap manusia)“.
Berdasarkan petunjuk di atas, maka doa dapat kita simpulkan ke dalam dua kerangka, Pertama, mengikuti sunnah Allah dan Rasul-Nya, sedangkan kerangka kedua adalah doa itu suatu cita-cita hidup bagi yang berdoa.
Dalam upaya pembentukan pribadi yang kokoh dan kuat dalam menghadapi berbagai peristiwa yang sulit, dan rintangan-rintangan yang sukar diatasi, maka doa dan iman merupakan benteng yang kokoh dan kuat untuk mengatasinya.
Dengan demikian pribadi seseorang tidak mudah menjadi ambruk, akan tetapi dapat bergerak secara sadar dan tetap berpijak pada kaidah-kaidah kebenaran dan nilai-nilai moral. Demikian janji Allah kepada orang-orang yang selalu mengkikuti petunjuk-petunjuk-Nya dan bersabar (QS. Al-Maidah [5]: 69, QS. Ali Imran [3]: 120, QS. Al-Ahqaf [46]: 13).
Keyakinan bahwa tidak ada kekuatan yang mampu mencelakakan dirinya tanpa seizin Allah, dankeyankianbahwapertolongan Allah sangat dekat kepada orang-orang yang selalu mematuhi dan mentaati perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, inilah inti dan tujuan pokok dalam berdoa. untuk itu doa berfungsi sebagai penggerak atau motor meningkatkan ketaatan dan kepatuhan seseorang kepada Allah.
Doa juga berfungsi sebagai penentu tujuan atau motivasi hidup yangharus dicapai dengan segala daya upaya. Sebelum berdoa seseorang harus meyakini bahwa, Allah SWT adalah Rabb bagi manusia dan satu-satunya Ilah bagi manusia.
Seseorang harus memahami benar apa itu doa, apa tujuan doa, apa hakikat doa, bagaimana etika berdoa, dan apa doa yang cocok dengan diri-diri masing-masing, sehingga ia tidak keliru dalam berdoa, atau salah posisi ketika berdialog dalam doa dengan Allah.
Rabb bagi manusia maksudnya adalah Allah sebagai Pencipta, Pengatur, Penguasa, Pendidik dan Pemiliki manusia. Posisi Allah sebagai Rabb berlaku untuk kehidupan dunia ini. Untuk itu, manusia dituntut untuk selalu patuh dan taat kepada Allah. Patuh dan taat maksudnya adalah agar manusia selalu mengikuti ketentuan-ketentuan Allah (sunnatullah) di sepanjang hidupnya di dunia ini.
Segala sesuatu yang berlaku di dunia ini, semuanya menuruti sunnatulLah dan tak satupun yang bisa keluar dari ketentuan tersebut Begitu juga dengan doa, dikabulkan atau ditolak tergantung kepada mampu atau tidaknya seseorang memahami dan mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Allah.
Sebagai contoh, bila kita berdoa agar selalu dalam keadaan sehat wal afiat, doa kita itu akan terkabul, bilamana kita mentaati ketentuan-ketentuan Allah mengenai kesehatan. Seperti Allah SWT berfirman, “maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya“. (QS. Abasa [80]: 24). Begitu juga Allah berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkahsyaitan …” (QS. Al-Baqarah [2]: 168). Jadi, dengan memperhatikan makanan dan minuman adalah cara yang tepat untuk terkabulnya doa agar selalu sehat.
Doa adalah harapan dan cita-cita, doa adalah target hidup yang harus dicapai oleh seseorang, doa adalah taget hidup yang harus dicapai oleh seseorang, doa adalah kesadaran hidup yang harus dipelihara dan ditumbuhkan terus di dalam diri seseorang.
Perhatikan ungkapan doa berikut yang selalu dimohonkan manusia, “Ya Allah… tambahlah ilmu dan pemahaman kami tentang sesuatu. Berilah kami kehidupan yang layak di dunia dan di akhirat kelak. Anugerahkan kepada kami anak-anak yang berguna bagi nusa dan bangsa dan jadikanlah diri kami ini manusia-manusia yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain”.
Doa atau ungkapan-ungkapan seperti itu, tidak mungkin dapat dicapai oleh seseorang tanpa dibantu dengan usaha keras atau melalui perjuangan yang sungguh-sungguh untuk mencapai
nya. Allah SWT berfirman, “… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri …” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11).
Untuk itu menempatkan Allah adalah Rabb, kemudian kita ikuti segala ketentuan-ketentuan-Nya (sunnatullah) adalah jalan yang harus dilalui dan diikuti dalam berdoa dan menempatkan Allah adalah Ilah manusia satu-satunya, kemudian lebih mengutamakan perintah dan larangan-Nya, adalah syarat mutlak untuk meraih kemenangan dan kedamaian.
Continue Reading...

Pengetahuan

observatorium
Semoga Allah Yang Maha tahu segala-galanya membimbing kita untuk mengenal diri, mengenal Allah dan mengerti apa yang seharusnya dilakukan dalam hidup ini. Tanpa ilmu dan pengetahuan kita tidak akan mengetahui siapa diri kita, siapa Allah, dan jalan untuk pulang kepada Allah.
Makin sedikit pengetahuan, makin pahit hidup ini karena tak banyak masalah yang bisa diselesaikan. Oleh karena itu jikalau kita ingin sukses ingatlah janji Allah. “…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ” (QS. Al-Mujaadilah[58]: 11).
Juga sabda Nabi SAW, “Barang siapa yang menempuh perjalanan dalam rangka untuk mencari ilmu pengetahuan, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga “. (HR. At-Turmudzi). Surga sama artinya atau lambang dari sebuah kebahagiaan yang hakiki, dan kebahagiaan itu terwujud karena kemenangan dan kesuksesan yang diraih. Artinya, kalau kita ingin mengetahui sejauh mana tingkat kesuksesanyang akan kita raih, maka lihatlah sejauh mana kecintaan kita kepada ilmu.
Kalau kita ingin sukses, selain ibadah harus tangguh dan akhlak harus dijaga, juga buatlah program belajar tiada henti. Kita tahu bahwa segala sesuatu dalam hidup ini selalu berubah. Umur bertambah tua, tubuh bertambah lemah, kebutuhan bertambah banyak, hingga masalah dan potensi konflik pun bertambah.
Bagaimana mungkin kita menyikapi segala sesuatu yang selalu bertambah tanpa ilmu yang bertambah pula. Mari kita terus menerus memperbaiki diri. Kalau ilmu kita luas, maka akan seperti orang yang berada di puncak gunung, dia akan bisa melihat pemandangan di bawahnya lebih luas. Begitupun, orang yang luas ilmunya, ia akan lebih arif dan bijak dalam melihat kehidupan.
Atau seperti kapal selam di lautan yang dalam, walau dari sana sini air menekan, dia tak pernah kandas tenggelam. Begitupun, orang yang mengerti arti kehidupan dapat menyelami kehidupan ini dengan tenang, tidak panik.
Sebaliknya, orang yang sedikit ilmunya seperti perahu di permukaan laut yang selalu terombang ambing ombak. Orang yang tidak berilmu tak bisa menyelami arti hidup, dalam kesenangan membabi buta, dalam kesedihan terpuruk dan putus asa.
Ciri-ciri orang yang kurang ilmu adalah hilangnya kearifan, misalnya menyelesaikan masalah dengan mengandalkan kekuatan otot atau amarah. Kalau semuanya berubah, tetapi ilmu kita tak berubah dan bertambah, maka seringkali yang bertambah adalah peningkatan emosi dan tensi.
Betapa sering kita melihat orang-orang yang terpuruk karena kurang ilmunya. Walau dia mempunyai kedudukan, tetapi jika kemampuannya tidak sesuai dengan amanahnya, maka ia akan menjadi hina justru oleh kedudukannya itu.
Jika kita ingin mempunyai masa depan yang baik, maka kita harus mencintai belajar, setiap waktu harus sekuat tenaga menambah ilmu. Jadikan belajar sebagai program harian kita. Setiap hari harus mencari buku-buku untuk dibaca. Kalau melihat televisi, lihatlah program yang bisa menjadi ilmu. Kalau mempunyai uang lebih, ikutilah kursus yang bisa menambah ilmu, wawasan, dan pengalaman. Kemudian, berkumpullah dengan orang-orang yang mencintai ilmu.
Tekadkan dalam hati, “Setiap hari saya harus bertambah ilmu. Saya harus mencari uang lebih banyak agar saya bisa menambah ilmu. Saya harus meluangkan waktu untuk mencari ilmu. Saya harus membebaskan diri saya dari belenggu kebodohan dengan mendapatkan ilmu.”
Rumah bisa terbakar, mobil bisa hilang, tetapi kalau ilmu melekat pada diri dan diamalkan, maka tak akan ada yang dapat mencurinya. Orang yang lumpuh sakalipun jikalau ilmunya luas, maka dia akan dimuliakan. Kembali kepada janji Allah dalam surat al-Mujaadilah ayat 11, bahwa orang yang beriman dan berilmu, akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT.
Rasa-rasanya tidak ada orang yang beriman kemudian dia berilmu lantas dicemooh atau direndahkan orang lain, melainkan sebaliknya dia akan dihormati orang, selalu diminta nasihatnya, selalu diminta untuk mengajarkan ilmunya.
Namun perlu dicatat, harus beriman dan berilmu. Kalau keduanya terpisah, beriman saja tetapi tidak berilmu atau berilmu saja tetapi tidak beriman, maka yakinlah orang-orang yang demikian akan sangat mudah terjerumus ke dalam jurang yang menistakan dirinya.
Dengan senantiasa memohon pertolongan Allah SWT semoga kita bisa melakukan amal perbuatan apapun dalam hidup yang hanya sekali-kalinya di dunia ini dengan ilmu pengetahuan yang benar. Amin.
Continue Reading...

Sesuai Fitrah-Nya

Hidup harus kita jalani, oleh karena itu tantangan hidup ini mestinya sampai akhir hayat. Tujuan hidup adalah ukhrawi, kita kekal disana. Dunia ini pun kita lalui hanya sementara, namun walau sementara banyak tantangannya, baik internal maupun ekstemal. Dua hal itulah yang menjadi kajian di era modern ini.
Tantangan Internal
Sisi internal adalah diri kita sendiri. Di ciptakan hidup sebagai manusia fungsi khalifah di bumi. Di dalam diri kita ada unsur-unsur raga, jiwa, akal, pikiran, hati dan ruh. Kesemua unsur itu hakikatnya eksistensi kita upaya mengabdi (na’budu) dan meminta tolong (nasta’in) kepada Allah SWT untuk menjalankan kehidupan ini Firman Allah SWT “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)
Menjalankan hidup hakikatnya sederhana. Tugas kita hanya dua hal prinsipil, yaitu mengabdi dan meminta tolong. Apabila tugas itu kita jalankan, dipastikan kitapun akan mendapat hasil dua hal prinsipil pula yakni harkat dan martabat.
Harkat adalah status kita. Hidup kaya, miskin juga adalah harkat sesuai tingkatan posisi ekonomi kita dalam masyarakat. Sedangkan martabat adalah juga status, terhormat atau tidak terhormat dalam kemasyarakatan. Suatu derajat atau nilai dari posisi kita berupa pemberian dari Allah SWT didunia ini.
Selanjutnya, tentang harkat dan martabat, pada era modern saat ini aktivitas perbuatannya kita sebut dalam istilah umum yakni berekonomi dan berpolitik. Artinya aktivitas berekonomi dan berpolitik tujuannya adalah dalam rangka pencapaian tingkatan harkat dan martabat.
Apabila kita melaksanakan ekonomi juga potitik dasarnya adalah mengabdi dan meminta tolong kepada Allah SWT, maka kitapun telah menjalankan hidup secara benar.
Permasalahan yang timbul di bidang intemal, kita sendiri dalam kesehariannya tidak menjalankan aktivitas atas dasar mengabdi dan meminta tolong kepada-Nya. Akibat dari perilaku itu, kitapun mengalami berbagai permasalahan kehidupan. Atas semua permasalahan yang terjadi, sering kita menyalahkan nasib yang kurang baik, atau kesalahan lain baik terhadap diri sendiri ataupun kepada orang lain.
Oleh karena itu kita harus selalu mengoreksi diri, apakah kita menjalankan hidup ini telah sesuai tugas yakni dua hal mengabdi dan meminta tolong ? Apabila tidak, dari koreksi itu perlu perbaikan.
Tantangan Eksternal
Saat ini harus kita akui, tentang berekonomi dan berpolitik tantangannya sangat besar. Apakah kita bagian kecil dari aktivitas ekonomi (semisal karyawan perusahaan) atau bagian kecil dari pemerintahan (semisal pegawai negri), tantangan kita dalam hidup berekonomi dan berpolitik tetap besar.
Di bidang ekonomoi kita ketahui bahwa kapitalisme liberalisme diterapkan di negeri ini. Jelas sistem ini bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karena itu kerangkeng kapitalisme liberalisme menghambat kita dalam rangka mengabdi dan meminta tolong kepada-Nya.
Bahkan akibat sistem ini, kita menjadi miskin, mengalami berbagai kekurangan materi dalam hidup. Kita mempersalahkan diri, padahal kesalahan itu bukan pada diri kita, tetapi sistem ekonomi yang berlakulah (sistem kapitalisme liberalisme) yang membuat kita miskin di negara kita sendiri.
Tentang politik, berlakunya demokratisasi tidak menguntungkan bagi kehidupan kita. Tatanan kenegaraan khususnya hukum Islam belum diberlakukan sebagai hukum positif. Pada hal mayoritas warga negara bangsa ini adalah muslim, seyogyanyalah suara rakyat tujuannya adalah politik Islami. Tujuan penerapan berbagai kehidupan sesuai ajaran Islam. Mengingat suara rakyat tidak tertuju kepada kepentingan lslam maka demokrasi yang berlaku belum bermanfaat bagi kitadalam rangka mengabdi dan meminta tolong kepada-Nya
Penutup
Sesuai uraian di atas, apakah akan kita biarkan kapitalisme perekonomian kita? Padahal kita miskin jauh dari kesejahteraan hidup. Juga apakah akan kita biarkan demokrasi bukan untuk kepentingan ajaran Islam, akan tetapi kepentingan kekuasaan semata?
Pertanyaan-pertanyaan tadi, jawabannya terpulang kepada diri kita masing-maang. Apakah kita berkeinginan meningkatkan harkat dan martabat? Konteks tersebut perlu sikap dan keputusan yang harus segera ditetapkan.
Sikap itu agar kita dapat menjalankan hidup. Kalau tidak, kitapun akan hidup apa adanya, terjajah oleh sistem non Islam seperti sekarang ini. Firman Allah SWT:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah). (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah mencitakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrahAllah. (Itulah) agamayang lurus. tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Ruum: 30)
Continue Reading...

Mensyukuri Nikmat

mensyukuri nikmat
Seorang sahabat bernama Atha, suatu hari menemui Aisyah RA. Lalu ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku sesuatu yang menakjubkan dari Rasulullah SAW?” Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba Aisyah menangis.
Lalu Aisyah berkata, “Bagaimana tak menakjubkan, pada suatu malam beliau mendatangiku, lalu pergi bersamaku ke tempat tidur dan berselimut hingga kulitku menempel dengan kulitnya.”
Kemudian Rasulullah berkata, “Wahai putri Abu Bakar, biarkanlah aku beribadah kepada Tuhanmu.” Aisyah menjawab, “Saya senang berdekatan dengan Anda. Akan tetapi, saya tidak akan menghalangi keinginan Anda.” Rasulullah lalu mengambil tempat air dan berwudhu, tanpa menuangkan banyak air.
Nabi SAW pun shalat, lalu menangis hingga air matanya bercucuran membasahi dadanya. “Beliau ruku, lalu menangis. Beliau sujud lalu menangis. Beliau berdiri lagi lalu menangis. Begitu seterusnya hingga sahabat bernama Bilal datang dan aku mempersilakannya masuk,” papar Aisyah.
“Ya Rasullulah, apa yang membuat Anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda yang lalu maupun yang akan datang,” tanya Aisyah. “Tak bolehkah aku menghendaki agar menjadi seorang hamba yang bersyukur?” ungkap Nabi SAW.
Kisah yang tercantum dalam kitab Mukasyafah al-Qulub: al-Muqarrib ila Hadhrah allam al-Ghuyub Fi’ilm at-Ashawwuf karya Imam Ghazali itu mengandung pesan bahwa umat manusia harus selalu mensyukuri setiap nikmat yang dianugerahkan Allah SWT.
Pentingnya bersyukur telah dijelaskan dalam surah Ibrahim ayat 17. Allah SWT berfirman, “…. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Sepertinya, kita perlu belajar dari sejarah Kaum Saba’. Dikisahkan, Kaum Saba’ begitu maju peradabannya. Mereka menguasai teknologi yang tertinggi pada zamannya, yakni telah berhasil membangun bendungan Ma’rib. Menurut penulis Yunani, Ma’rib merupakan salah satu kota termaju saat itu (sekarang Yaman) dan memiliki lahan yang subur.
Bendungan Ma’rib mampu mengairi sekitar 9.600 hektare lahan subur. Negeri itu pun kaya-raya. Namun, karena mereka tak bersyukur atas nikmat yang begitu melimpah, maka Allah menurunkan banjir besar yang menghancurkan semua kekayaan yang dimiliki penduduk negeri Saba’. Dalam suatu tafsir dijelaskan, mereka diberi azab karena tak taat kepada seruan nabi utusan Allah.
Akhir-akhir ini, bangsa kita didera bencana yang beruntun, mulai dari bencana alam hingga kecelakaan yang merenggut begitu banyak korban jiwa. Sepanjang tahun, bencana dan kecelakaan datang silih berganti.
Boleh jadi, semua itu merupakan ujian dari Allah untuk menguji keimanan kita. Bisa pula, bencana itu merupakan peringatan atau bahkan siksaan (azab) dari Allah karena kita tak bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Semoga kita senantiasa selalu menjadi insan yang pandai bersyukur.
Continue Reading...

Di Dalam Ridha-Nya

mencari ridho-Nya
Manusia sebagai makhluk yang paling baik dan termulia di muka bumi ini menjadi wakil Allah SWT untuk mengelola dan memelihara serta memanfaatkan isi alam ini untuk kemaslahatan umat manusia. Hal ini harus terjaga sesuai koridor yang berdasarkan petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah, karena kedua hal itulah yang menjadi sumber hukum Islam, yang dapat membahagiakan umat manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Dengan kata lain, jika kita tidak berpedoman kepada wahyu Allah SWT dan hadits Nabi SAW maka kita akan sesat selamanya. Jika manusia berada dalam kesesatan maka akan merugi dan celaka. Oleh karena itu ia harus memiliki modal hidup supaya bahagia di dunia begitupun diakhirat kelak.
Modal hidup yang akan dapat mencapai kebahagiaan itu antara lain :
Bersyukur Jangan Kufur
Manusia wajib bersyukur atas nikmat yang diperoleh dari Yang Maha Pemberi, namun jika manusia diberi nikmat, bersyukur atau kufur ? Inilah yang difirmankan Allah SWT:
“….Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhan Maha Kaya lagi Maha Mulia” (QS.An Naml: 40).
Berdzikir Jangan Lalai
Kalau mau berdzikir, maka bacalah Al Qur’an terlebih dahulu, sebab di dalamnya terdapat pelajaran tentang berdzikir. Apa saja dzikir yang harus dilakukan? Antara lain: Ingat Allah SWT, niscaya Allah akan ingat kamu. Kalau kamu melupakan Allah SWT maka Allah pun akan melupakanmu pula. Ingat Allah SWT dengan berpikir akan ciptaan-Nya. Ingat Allah SWT dengan ucapan seperti: bertasbih, bertahmid, dan bertakbir serta istighfar merupakan dzikir untuk mengingat-Nya. Firman Allah SWT: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya denga nmengingat Allah-lah hati menjadi tenteram ” (QS. Ar Ra’d: 28).
Beribadah Jangan Malas
Tugas seorang hamba harus mengabdikan diri kepada Khaliq (sebagai pencipta). Seseorang tidak memiliki apa-apa, bahkan dirinya sendiri bukan miliknya, tetapi milik Tuhannya. Itulah yang dinamakan hamba. Hakikat ibadah adalah menyadari diri bahwa seluruh jiwa raga adalah milik Allah SWT, oleh karenaitu seluruh aktivitas hidup harus diarahkan hanya untuk mencapai ridha Allah SWT, atau menghindarkan murka-Nya.
Jika manusia menyadari kehambaannya di badapan Allah SWT, seluruh jiwa raga dan hartanya adalah milik Allah SWT, hidup matinya, bahagia dan sengsaranya di tangan Allah SWT, maka manusia wajib beribadah hanya kepada Allah SWT. “Hanya kepada-Mu kami beribadah” (QS.Al Fatihah: 5).
Ibadah ditinjau dari sifatnya terbagi menjadi dua:
1. Ibadah mahdhah (ibadah semata/ mumi), dengan ketentuan adanya dalil perintah, baik dari Allah SWT atau dari Rasul. Caranya berpola kepada contoh Rasul, jikatidak, maka halnya menjadi bid’ah. Sifatnya supra rasional dan azaznya taat atau kepatuhan.
2. Ibadah gbaira mahdhah, yang tidak ada dalil yang melarang, tidak harus berpola kepada contoh rasul, tidak ada bid’ah, sifatnya rasional kemudian azaznya manfaat atau berdaya dan berhasil guna (Makalah Ust Umay M Ja’fer Siddiq).
Shalat Jangan Tinggal
Firman Allah: “Dan diperintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya….” (QS. Thaahaa: 132).
Shalat merupakan tolok ukur kebaikan yang dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Lebih daripada itu “shalat adalah tiang agama“, demikian dalam hadits Nabi S AW. Beruntunglah orang-orang yang mengerjakan shalat, baik yang wajib maupun nawafil (sunat) seperti qiyamul lail atau tahajjud dan shalat-shalat lainnya.
Memang menjalankan hal-hal tersebut tidaklah mudah, sebabnya memang ada saja kendaka dan tantangan yang datang, seperti dari pihak keluarga (istri dan anak). Sebagaimana yang termaktub dalam surat At Taghaabun ayat 14: “…….sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuhmu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…. ” Maka untuk bersyukur, berdzikir, beribadah dan beramal shaleh memang tidak sedikit rintangan yang menghang termasuk keluarga
Apabila poin-poin di atas bisa kita jalankan sesuai dengan sumber hukum lslam yang berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, maka kita akan bahagia. Karena tujuan utama hidup manusia adalah “dunia bahagia akhirat masuk surga”, atau berada di dalam ridha-Nya.
Continue Reading...

Memelihara Persaudaraan dan Kekerabatan

Pertanyaan :
Dahulu, seingat saya ayah dan ibu mempunyai hubungan yang sangat baik dengan saudara-saudara sepupunya. Juga dengan sanak famili. Begitu juga dengan orang-orang sekampung.
Almarhum Ayah dan ibu berpindah ke Jakarta semenjak tahun 1955. Kemudian adik-adik ayah dan beberapa saudara sepupunya pindah pula ke Jakarta. Hubungan antara ayah dengan adik-adiknya, juga dengan saudara sepupunya begitu baiknya. Mereka dengan tidak dibuat-buat satu sama lain saling mencintai dan saling menyayangi. Begitu juga dengan orang-orang sekampungnya.
Seingat saya ada saudara sepupu ayah yang nakal, suka mencuri dan mencari keributan dan tinggal dirumah kami. Saya sampai sebal dibuatnya. Tetapi ayah dan ibu menghadapinya dengan sabar. Padahal kalau menurut saya orang seperti itu diusir saja dari rumah. Karena selalu membikin keributan dan keonaran.
Tapi ayah dan ibu menghadapinya dengan lemah lembut dan memberi penyadaran kepadanya dengan sabar, sehingga akhirnya saudara sepupu ayati itu tumbuh menjadi seorang ustadz yang cukup terpandang di jakarta ini. Kalau mengingat kelakuan masa mudanya waktu tinggal dirumah kami, rasanya mustahil dia akan jadi orang baik. Apalagi sampai menjadi ustadz.
Dimasa saya tua sekarang (sudah 7 tahun pensiun) saya amati kehidupan anak-anak dan para keponakan jauh sekali berbeda. Mereka saling tidak peduli. Kadang-kadang seperti tidak saling kenal. Dengan enteng saja meremehkan dan meleceh saudaranya. Jangankan dengan orang-orang sekampung dan para tetangga, dengan sa’udara sepupu saja mereka jauh. Dan ada pula dengan saudara kandung bertengkar. saling tidak bertegur sapa dan tidak bermaaf-maafan dikala iedul fitri.
Saya merasa, saya dan generasi saya (saudara-saudara saya sepupu) sepertinya gagal dalam menciptakan kehidupan yang saling sayang menyayangi dan saling mencintai. Inilah yang sekarang saya rasakan sebagai dampak yang buruk terhadap kehidupan moderen di kota besar Jakarta ini.
Tidak tahu apakah saya terlalu sentimental, ataukah itu merupakan penyakit orang tua yang selalu melihat kebelakang, ke masa lalu, dan sepertinya masa lalu itu begitu baik dan begitu indah. Padahal sayapun maklum bahwa masa lalu itu tidaklah sebaik dan seindah yang saya paparkan diatas.
Tapi, menurut perasaan saya yang mungkin sekali sangat subyektif, rasanya perasaan saling cinta dan saling menyayangi sesama saudara, sesama kerabat dan sanak famili, juga dengan orang sekampung dan masyarakat pada umumnya. merupakan nilai-nitai yang perlu dibina dan dilestarikan (aduh maaf, ustadz masuk juga istilah penataran P4. maklum saja mantan manggala).
Kiranya buletin dakwah Al-Huda memberi perhatian juga tentang masalah tersebut. disampmg masalah-masalah kenegaraan dan kebangsaan, karena hal tersebut juga mempengaruhi atmosfir kehidupan masyarakat dimasa kini dan dimasa depan. baik masyarakat muslim, maupun dalam pergaulan hasional sebangsa dan setanah air.
Jawaban :
Apa yang saudara penanya kemukakan merupakan bagian penting dari ajaran agama Islam, yaitu menyangkut hal “muamalah”. Di dalam kitab-kitab fiqih hal tersebut disebut “fiqih muamalah”
Fiqih muamalah itu secara garis besar-nya terbagi dua, yaitu hal-hal yang bersangkutan dengan hukum dan norma-norma. Yang keduanya hal-hal yang bersangkutan dengan adab dan akhlak.
Apa yang saudara penanya paparkan adalah bagian dari adab dan akhlak bermuamalah.
Hubungan kekerabatan adalah hu-bungan yang disebabkan oleh pertalian darah, baik melalui jalur ayah, maupun melalui jalur ibu. Kerabat dekat itu adalah saudara-saudara ayah dan saudara-saudara ibu. Kemudian saudara-saudara ka-kek dan saudara-saudara nenek. Lebih |auh dan itu lagi disebut sanak famili, yang mungkin saja bertemu juga nasabnya (silsilah kekerabatannya) dengan nasab kita pada generasi kelima atau generasi keenam diatas kita.
Rasa sayang menyangi dan saling mencinta antara sesama kerabat merupakan satu dari berbagai fitrah yang diberikan Allah SWT kepada setiap manusia Artinya semenjak kelahirannya, seorang manusia sudah diberi oleh Allah rasa menyangi dan rasa mencintai terhadap orang-orang dekatnya. Terhadap ayah ibunya. Terkadap kakek neneknya. Terhadap saudara-saudaranya. Terhadap paman dan bibinya dan anak-anak mereka.
Karena rasa sayang menyayangi dan salmg cinta itu sudah merupakan fitrah sudah ada dalam diri setiap manusia, maka sebenarnya tidaklah susah untuk memelihara dan merawatnya. Sehingga sesuatu yang fitrah yang baru merupakan “potensi baik” itu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan nyata.
Untuk itu … datanglah ajaran agama memberikan bimbingan. Baiknya hubungan kekerabatan itu digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai pembawa berkah, memberikan rezeki dan memanjangkan umur. Di dalam sahih Imam Bukhari diberitakan: “sahabat Rasulullah SAW yang bernama Zaid Al Anshari berkata - Beritahukanlah aku kepada amal yang akan memasukkan aku ke dalam surga - Rasulullah SAW menjawab - Sembahlah Allah dan jangan menyekutukan Dia dengan sesuatu. Dirikanlah shalat. Bayarkanlah zakat. Dan hubungkanlah (peliharalah) silaturrahmi “.
Jadi, jalan yang pertama untuk membina sayang menyangi kekerabatan itu adalah dengan silaturrahmi. Dengan saling kunjung mengunjungi. Bukan hanya dikunjungi, tapi tidak mau mengunjungi. Dengan saling kunjung mengunjungi datanglah saling hormat menghormati.
Keduanya, menutupi kejelekan mereka. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) yang amat keji itu tersiar dikalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan diakhirat…” (Surat 24/An Niuur, ayat 19).
Ketiga, memberikan bantuan apabila kerabat itu sedang memerlukan pertolongan. Firman Allah SWT : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya…..” (Surat 65/Ath Thalaaq, ayat7).
Itulah beberapa bagian penting dalam hal membina sayang menyangi dan saling cinta sesama kerabat. Ada hal-hal yang harus diketahui. Dan ada hal-hal yang harus dikerjakan (diamalkan). Bukan hanya sekadar tahu saja. Tapi dipraktekkan.
Continue Reading...

Meminta Maaf

minta maaf
Pernahkah kita meminta maaf kepada anak-anak sendiri? Jika dilakukan jajak pendapat, rasa-rasanya yang menjawab “Ya” hanya sedikit.
Mungkin sebagian besar masyarakat kita malah akan terheran-heran kalau ada yang bertanya demikian kepadanya, karena bagaimana mungkin orang tua meminta maaf kepada anaknya.
Ada satu hal yang menarik perhatian dalam suatu acara akad nikah. Yaitu pada saat seorang ayah memberikan sambutan dan nasehat untuk putrinya, “Saya atas nama ayahmu dan juga atas nama ibumu dengan ini mengikhlashkan dan merestui pemikahan ananda. Sebagai orang tua, kami meminta maaf kepada ananda atas segala kekurangan dan kesalahan yang telah kami perbuat selama mendidik dan mengasuhmu sejak kecil hingga saat menyerahkan tanggungjawab itu kepada suamimu”.
Yang hadir dan menyaksikan peristiwa tersebut tampak terpukau dan terbawa perasaan mendengar ucapan sang ayah kepada putrinya yang saat itu baru saja melangsungkan akad nikah. Sambil mengalirkan air mata sang ayah dan ibu mengantarkan putrinya ke pelaminan.
Dalam tradisi masyarakat kita yang lazim ditegakkan adalah prinsip patron dan clien (atasan-bawahan, bapak-anak). Orang tua adalah pemberi titah yang tidak boleh dilanggar oleh anak-anaknya. Anak wajib menurut, dan dia pun terbiasa enggan untuk melanggar atau mengkonfrontir segala apa yang jadi titah orang tuanya.
Orang tua memang selalu berada pada pihak yang “benar” dan “dimenangkan”, sementara anak berada di pihak yang “salah” dan cendrung “keliru”.
Karena tradisi itu pula jarang tampak, orang tua meminta maaf kepada anaknya, meski ia sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan, apalagi kalau memang si orang tua tak merasa “bersalah” atau “khilaf’ sama sekali.
Lihat saja pada saat lebaran, selalu yang meminta maaf adalah anak atau yang muda terlebih dahulu. Dan lazim pula saat lebaran pihak yang merasa dituakan merasa “tersinggung berat” saat kerabatnya yang lebih muda tidak hadir atau tidak mengcapkan selam lebaran dan meminta maaf terlebih dahulu, walau hanya via telepon atau sms.
Kenyataannya, kalau ada yang tua meminta maaf kepada yang muda maka itu dianggap sesuatu yang tidak lazim.
Bila kita melihat dengan dari sudut pandang agama Islam, meminta maaf atau mengakui kesalahan itu tidak diukur dengan usia dan status, mau tua atau muda, mau anak atau orang tua, atasan atau bawahan, majikan atau pembantu. Mana yang yang lebih dahulu mengulurkan tangan dan mengucapkan maaf, maka itulah seorang ksatria.
Disamping meminta maaf kepada manusia adalah bagian dari jalan bertaubat, tetapi meminta maaf juga mempunyai hikmah yang lain, yang diantaranya adalah usaha untuk menghindari terputusnya tali kasih-sayang (silaturrahim) antar sesama.
Memutus tali silaturrahim itu adalah haram dan sangat dibenci oleh Allah SWT. Maka dari itu menyambung dan memeliharanya adalah suatu keharusan dan wajib hukumnya.
Itu pulalah kiranya mengapa Allah SWT tiada akan memaafkan seorang hamba yang khusyu’ memohon keampunan-Nya atas kesalahan terhadap manusia, sebelum ia meminta maaf atas kesalahan dan kekhilafan tersebut diantara sesama mereka.
Do’anya hanya akan menjadi sia-sia. Lebih dari itu semua, memberi maaf dan meminta maaf adalah sarana utama bagi seorang hamba dalam rangka mendekatkan dirinya pada ketaqwaan. Sebagaimana firmanAllah SWT “… dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa“. (QS. Al-Baqarah [2]: 237).
Menjadi seseorang yang gemar meminta maaf dan memberi maaf adalah ciri seorang muslim. Seberapapun besar kesalahan orang terhadap kita, lalu kita beri kesempatan orang memperbaiki diri dengan pemberian maaf kita itu adalah jauh lebih utama daripada menyimpannya, apalagi sampai bersiasat untuk membalas dendam.
Dan salah satu ciri orang yang bertakwa yang akan mendiami surga Allah adalah orang gemar memberi maaf. Firman Allah SWT, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan“. (QS. Ali Imran [3]: 133-134).
Namun perlu juga dipefhatikan, bahwa meminta atau memberi maaf harus disampaikan dengan tulus penuh keikhlasan. Ego dan gengsi harus dilepaskan.
Manakala meminta maaf tidak diiringi dengan ketulusan dan kaikhlasan, maka selamanya pengaruh positif dari meminta atau memberi maaf itu tidak akan dapat dirasakan pengaruhnya. Bahkan sebaliknya hanya akan menambah semangat bermusuhan dan balas dendam.
Continue Reading...

Masih Bolehkah Kita Tidak Bersyukur Kepada Allah?

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang ” (QS. An Nahl: 18)
Ketika kita kecil, di musholla kecil yang mungkin tempat kita pertama belajar mengaji, selalu diajarkan oleh guru kita, betapa nikmat yang diberikan Allah begitu besar. Dari bentuk tubuh kita yang sempurna sampai kemampuan kita untuk bisa belajar. Itu semua adalah karunia Allah yang harus disyukuri.
Bilamana tangan kita berfungsi dengan baik, kaki, mata, hidung, mulut, telinga, semua adalah pemberian Allah yang tidak bisa kita balas dengan apapun. Termasuk kehidupan yang kita jalani adalah kemurahan Allah pada makhluk-Nya.
Ketika kita berada di lingkungan keluarga yang lengkap, diberi istri atau suami yang selalu menenteramkan hati, diberi anak-anak yang menggembirakan, diberi orang tua yang menyayangi kita. Ini semua juga bentuk kasih sayang Allah pada manusia.
Tapi terkadang kita lupa satu hal. Berterimakasih kepada-Nya, bersyukur pada-Nya. Bahkan walau hanya sekedar dengan mengucap kalimat sederhana, “Alhamdulillahirobbil ‘alamiin” kita lupa mengucapkannya.
Coba sekali saja kita coba menuliskan semua yang telah diberikan Allah pada kita. Pasti dan sangat pasti, kita akan membutuhkan sangat banyak kertas dan sangat banyak tinta untuk menulis semua kemurahan-Nya itu, bahkan itupun hanya yang kita ingat dan kita tahu. Belum lagi yang kita lupakan atau yang kita tidak sadar bahwa Allah telah memberikannya kepada kita.
Atau kalaupun ternyata Allah tidak memberikan suatu hal yang orang lain miliki, misalnya kita diberi tubuh yang cacat, buta atau tuli atau pincang, itu semua pun bukan berarti Allah tidak sayang kepada kita. Tapi itu sebenarnya adalah bentuk kasih sayang Allah yang lain.
Allah ingin menguji kesabaran hamba-Nya. Jika ia bersabar dengan kekurangannya, itu sudah merupakan nilai tambah tersendiri yang akan menaikkan derajatnya dimata Allah.
“Dan sesunggguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah kamu kerjakan“. (QS An Nahl : 96).
Lalu, masih bolehkah kita tidak bersyukur atas semua nikmatyang Allah berikan itu?
“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan”
Pada hakikatnya, kita diberi kehidupan di dunia ini adalah untuk dua hal yaitu bersabar dan bersyukur. Jika ditimpa musibah kita bersabar dan jika diberi kebaikan kita bersyukur. Maka kita sudah termasuk dalam golongan kebaikan.
Dari Suhaib r.a, bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orangyang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)
Sabar sendiri adalah salah satu aplikasi dari rasa syukur kita kepada Allah. Dengan bersabar dan mencoba merenungi makna dibalik ujian, maka kita telah menjadi orang yang bersyukur. Karena dibalik setiap musibah dan ujian, ada banyak kebaikan yang akan kita peroleh.
Sakit kita mungkin saja adalah cara Allah mengangkat dosa kita. Kehilangan harta adalah cara Allah mengingatkan akan adanya hak orang lain yang harus kita tunaikan. Kehilangan salah satu keluarga dapat mengingatkan kita bahwa kita semua tidak kekal ada di dunia.
Bahkan segala bentuk musibah adalah bentuk kasih sayang Allah pada kita.
“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan”
Ketahuilah bahwa keburukan yang kita lakukan tidak akan mengurangi keagungan yang dimiliki Allah dan kebaikan yang kita lakukanpun takkan pernah menambah kemuliaan Allah sebagai pemilik alam ini. Lalu bagaimana kita mengungkapkan rasa syukur kita pada Allah?
Ada tiga cara yang dapat kita lakukan untuk menyatakan rasa syukur itu yaitu :
1. Mengakui di dalam bathin
2. Mengucapkannya dengan lisan
3. Menggunakan nikmat sesuai dengan kehendak pemberi nikmat.
Rasa syukur kita harus meresap dalam hati, kita merasakan dan menyadari bahwa apa yang kita terima adalah benar-benar kemurahan Allah. Kita pun harus mengucapkannya dengan lisan kita yaitu dengan mengucap Hamdalah setiap kali kita mendapatkan kebaikan.
Bukan hanya diakui dalam hati dan diucapkan dengan lisan, kita juga harus membuktikan rasa syukur kita dengan amal perbuatan. Yaitu dengan menggunakan nikmat Allah itu untuk kebaikan juga.
Kita gunakan waktu hidup kita untuk hal-hal yang bermanfaat, kita gunakan harta kita untuk membangun bukan untuk menghancurkan, kita gunakan tubuh kita untuk beribadah kepada Allah bukan bermaksiat kepada-Nya dan kita jadikan dunia ini untuk meningkatkan kedekatan kita kepada Allah bukan sebagai tujuan hidup.
Lalu sebenarnya apa yang kita dapatkan dari bersyukur?
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumatkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu; dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim : 7)
Tak ada satu zarahpun perbuatan yang tidak dibalas oleh Allah. Maka ketika kita bersyukur atas segala nikmat yang kita terima, maka janji Allah adalah menambah ni’mat itu. Tapi bagi yang kufur nikmat tentu ada balasan juga dari Allah yaitu berupa azab yang pedih.
Hal ini sudah ditunjukkan Allah pada umat-umat terdahulu agar itu menjadi pelajaran bagi kita. Kisah kaum Nabi Nuh, Nabi Luth, kisah kaum Tsamud, dan ‘Ad. Semua adalah kisah yang harus kita jadikan tolak ukur akan balasan dari Allah atas perbuatan yang kita lakukan di dunia ini. Manfaat lain dari rasa syukur kita adalah membersihkan jiwa kita.
Rasa syukur akan menjadikan kita menjadi manusia yang rendah hati dan tidak sombong. Sifat penghambaan pada Allah akan melekat semakin kuat karena merasa apa yang diperolehnya di dunia ini adalah dari Allah semata.
Hal lain yang kita dapatkan dari rasa syukur adalah mendorong jiwa untuk beramal sholeh dan mendayagunakan kenikmatan secara baik melalui hal-hal yang dapat menumbuh kembangkan kenikmatan tersebut. Kita akan mudah berbagi dengan orang lain yang kekurangan.
Hal ini disebabkan kesadaran kita bahwa apa yang kita miliki hanyalah titipan Allah yang harus kita jaga yang mungkin saja Allah menyertakan hak orang lain untuk kita sampaikan kepadanya. Dan ini adalah sebuah kesempatan lain yang Allah berikan pada kita untuk berbuat kebaikan.
Dengan demikian rasa syukur kita juga membawa dampak muamalah kita dengan manusia berjalan baik. Memperbaiki dan melancarkan berbagai bentuk interaksi dalam sosial masyarakat, sehingga harta dan kekayaan yang dimiliki dapat terlindung dengan aman.
Subhanallah…
Dari satu hal sederhana, yaitu bersyukur, kita mendapatkan banyak hal yang bahkan mungkin tidak terpikir oleh kita bahwa kita akan mendapatkannya.
Membuka peluang beramal baik yang lain, Habluminallah dan habluminannas kita berjalan dengan seimbang, kitapun masih mendapatkan limpahan pahala dari Allah. Sungguh Maha Pemurahnya Allah pada makhluk-Nya.
Maka mari kita bertanya pada hati kita yang paling dalam, pada kejujuran nurani kita yang masih bersih, pada kepatutan kita sebagai seorang hamba,
Masih bolehkah kita tidak bersyukur kepada-Nya???
Continue Reading...

Orang-orang yang Dijamin Masuk Surga

Keinginan menjadi penghuni surga tidak cukup hanya berdo’a, tapi kita harus berusaha memiliki sifat dan amal calon penghuninya dan usaha itu sekarang dalam kehidupan kita di dunia ini.
1. Memberi Makan.
Makan dan minum merupakan kebutuhan manusia yang harus dipenuhi oleh masing-masing orang, namun karena berbagai persoalan dalam kehidupan manusia, maka banyak orang yang tidak bisa memenuhinya atau bisa memenuhi tapi tidak sesuai dengan standar kesehatan, karena itu, bila kita ingin mendapat jaminan masuk surga, salah satu yang harus kita lakukan dalam hidup ini adalah memberi makan kepada orang yang membutuhkannya.
Rasulullah saw bersabda: “Sembahlah Allah Yang Maha Rahman, berikanlah makan, tebarkanlah salam, niscaya kamu masuk surga dengan selamat ” (HR. Tirmidzi)
Di dalam hadits lain, Rasulullah saw juga bersabda: “Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang luamya dapat dilihat dari dalamnya dan dalamnya dapat dilihat dari luarnya, Allah menyediakannya bagi orang yang memberi makan, menebarkan salam dan shalat malam sementara orang-orang tidur ” (HR. Ibnu Hibban).
Terdapat pula hadits senada soal ini yang perlu kita perhatikan: “Di surga terdapat kamar-kamar yang luarnya dapat dilihat dari dalamnya dan dalamnya dapat dilihat dari luarnya”. Abu Malik Al Asy’ari berkata: “buat siapa wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Bagi orang yang berucap baik, memberi makan, dan di melalui malam dengan shalat sementara orang-orang tidur” (HR. Thabrani, Hakim, Bukhari dan Muslim).
Bahkan sahabat Abdullah bin Salam mendengar pesan Nabi kepada para sahabat yang berbunyi: “Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah hubungan silaturrahim, shalatlah diwaktu malam sementara orang-orang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat ” (HR. Tirmidzi, ibnu Majah dan Hakim).
2. Menyambung Silaturrahim.
Hubungan antar sesama manusia harus dijalin dengan sebaik-baiknya, antara sesama saudara dalam iman, terutama yang berasal dari rahim ibu yang sama yang kemudian disebut dengan saudara dalam nasab.
Bila ini selalu kita perkokoh, maka di dalam hadits di atas, kita mendapatkan jaminan surga dari Rasulullah saw, sedangkan bila kita memutuskannya, maka kitapun terancam tidak masuk surga.
Rasulullah saw bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka memutuskan, Sufyan berkata dalam riwayatnya: yakni memutuskan tali persaudaraan ” (HR. Bukhari dan Muslim).
“Ketika Rasulullah saw bertanya kepada pada sahabat tentang maukah aku beritahukan kepada kalian tentang orang yang akan menjadi penghuni surga? diantaranya beliau menjawab: Seorang laki-laki yang mengunjungi saudaranya di penjuru kota dengan ikhlas karena Allah ” (HR. Ibnu Asakir, Abu Na’im dan Nasa’i).
3. Shalat Malam
Tempat terpuji di sisi Allah swt adalah surga yang penuh dengan kenikmatan yang tiada terkira, karenanya salah satu cara yang bisa kita lakukan untuk bisa diberi tempat yang terpuji itu adalah dengan melaksanakan shalat tahajjud saat banyak manusia yang tertidur lelap, Allah swt berfirman: “Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji ” (QS Al Isra [17]:79).
Manakala seseorang sudah rajin melaksanakan shalat tahajjud, ia merasa menjadi seorang yang begitu dekat dengan Allah swt dan bukti kedekatannya itu adalah dengan tidak melakukan penyimpangan dari ketentuan Allah swt meskipun peluang untuk menyimpang sangat besar dan bisa jadi ia mendapatkan keuntungan duniawi yang banyak.
4. Memudahkan Orang Lain.
Dalam hidupnya, ada saat manusia mengalami kesenangan hidup dengan segala kemudahannya, namun pada saat lain bisa jadi ia mengalami kesulitan dan kesengsaraan.
Karena itu, sesama manusia idealnya bisa saling memudahkan, termasuk dalam jual beli. Manakala kita sudah bisa memudahkan orang lain, maka salah satu faktor yang membuat manusia mendapat jaminan surga telah diraihnya.
Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki masuk surga. Dia ditanya: “Apa yang dulu kamu kerjakan?”. Dia menjawab, dia ingat atau diingatkan, dia menjawab: “Aku berjual beli dengan manusia lalu aku memberi tempo kepada orang yang dalam kesulitan dan mempermudah urusan dengan pembayaran dengan dinar atau dirham”. Maka dia diampuni (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
Apabila dalam hidup ini kita suka memudahkan kesulitan yang dialami orang lain, maka kitapun akan mendapatkan kemudahan dalam kehidupan di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa memudahkan orang yang kesulitan, Allah memudahkannya di dunia dan akhirat ” (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
5. Berjihad.
Islam merupakan agama yang harus disebarkan dan ditegakkan dalam kehidupan di dunia ini, bahkan ketika dengan sebab disebarkan dan ditegakkan itu ada pihak-pihak yang tidak menyukainya, lalu mereka memerangi kaum muslimin, maka setiap umat Islam harus memiliki semangat dan tanggungjawab untuk berjihad dengan pengorbanan harta dan jiwa sekalipun.
Manakala kaum muslimin mau berjihad, maka Allah swt menyediakan surga untuk siapa saja yang berjihad di jalan-Nya, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: “Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama Dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. dan mereka Itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan, dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. Allah telah menyediakan bagimereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” (QS At Taubah [9]:88-89).
Di dalam hadits, Rasulullah saw juga bersabda tentang jaminan Allah swt kepada orang yang berjihad dengan surga: Ada tiga orang yang semuanya dijamin Allah azza wajalla, yaitu: seorang lelaki yang pergi untuk berperang dijalan Allah, maka ia dijamin oleh Allah hingga Allah mewafatkannya, lalu memasukkannya ke surga dengan segala pahala atau harta rampasan perang yang diperolehnya. Dan seseorang yang pergi ke masjid, maka dia dijamin oleh Allah hingga Allah mewafatkannya lalu memasukkannya ke surga atau mengembalikannya dengan pahala atau harta yang diperolehnya; dan seseorang yang masuk ke rumahnya dengan mengucapkan salam, maka dia dijamin olehAllah azza wajalla (HR. Abu Daud).
Bahkan orang yang berjihad dan mati syahid meskipun dahulunya ia kafir dan pernah membunuh kaum muslimin dijamin masuk surga, Rasulullah saw bersabda: Allah tertawa kepada dua orang yang saling membunuh yang keduanya masuk surga. Para sahabat bertanya: “Bagaimana yang Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Yang satu (muslim) terbunuh (dalam peperangan) lalu masuk surga. Kemudian yang satunya lagi (kafir) taubatnya diterima oleh Allah ke dalam Islam, kemudian dia berjihad dijalan Allah lalu mati syahid (HR. Muslim dah Abu Hurairah ra).
6. Tidak Sombong.
Takabbur atau sombong adalah menganggap dirinya lebih dengan meremehkan orang lain, karenanya orang yang takabbur itu seringkali menolak kebenaran, apalagi bila kebenaran itu datang dari orang yang kedudukannya lebih rendah dari dirinya.
Oleh karena itu, bila kita mati dalam keadaan terbebas dari kesombongan amat mendapatkan jaminan masuk surga, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang mati dan ia terbebas dari tiga hal, yakni sombong, fanatisme dan utang, maka ia akan masuk surga ” (HR. Tirmidzi).
Takabbur merupakan salah sifat yang diwariskan oleh iblis laknatullah, dengan sebab itulah ia divonis berdosa dan akan dimasukkan ke neraka, Allah swt berfirman: Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “bersujudlah kamu kepada Adam”, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang sujud. Allah berfirman: Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) diwaktu Aku menyuruhmu?. Iblis menjawab: aku lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah. Allah berfirman: turunlah kamu dari syurga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina (QS Al A’raf[7]: 11-13, lihat pula QS Mukmin [40]: 60).
Manakala seseorang berlaku sombong, sangat kecil peluang baginya untuk bisa masuk ke dalam surga, di dalam hadits, Rasulullah saw bersabda:”Tidak masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari sifat kesombongan ” (HR. Muslim).
7. Tidak Memiliki Fanatisme Yang Berlebihan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia termasuk kaum muslimin hidup dengan latar belakang yang berbeda-beda, termasuk latar belakang kelompok, baik karena kesukuan, kebangsaan maupun golongan-golongan ber-dasarkan organisasi maupun paham keagamaan dan partai politik, hal ini disebut dengan ashabiyah.
Para saha-bat seringkali dikelompokkan menjadi dua golongan, yakni Muhajirin (orang yang berhijrah dari Makkah ke Madinah) dan Anshar (orang Madinah yang memberi pertolongan kepada orang Makkah yang berhijrah). Pada dasarnya golongan-golongan itu tidak masalah selama tidak sampai pada fanatisme yang berlebihan sehingga tidak mengukur kemuliaan seseorang berdasarkan golongan.
Manakala seseorang memiliki fanatisme yang berlebihan terhadap golongan sehingga segala pertimbangan dan penilaian terhadap sesuatu berdasarkan golongannya, bukan berdasarkan nilai-nilai kebenaran, maka hal ini sudah tidak bisa dibenarkan, inilah yang disebut dengan ashabiyah yang sangat dilarang di dalam Islam.
Bila kita mati terbebas dari hal ini, dijamin masuk surga oleh Rasulullah saw dalam hadits di atas, namun tidak masuk surga seseorang yang mati dalam keadaan demikian, karena Rasulullah saw tidak mau mengakui orang yang demikian itu sebagai umatnya.
Hal ini terdapat dalam hadits Nabi saw: “Bukan golongan kamu orang yang menyeru kepada ashabiyah, bukan golongan kami orang yang berperang atas ashabiyah dan bukan golongan kami orang yang mati atas ashabiyah ” (HR. Abu Daud)
8. Terbebas Dari Utang.
Dalam hidup ini, manusia seringkali melakukan hubungan muamalah dengan sesamanya, salah satunya adalah transaksi jual beli. Namun dalam proses jual beli tidak selalu hal itu dilakukan secara tunai atau seseorang tidak punya uang padahal ia sangat membutuhkannya, maka iapun meminjam uang untuk bisa memenuhi kebutuhannya, inilah yang kemudian disebut dengan utang.
Sebagai manusia, apalagi sebagai muslim yang memiliki harga diri, sedapat mungkin utang itu tidak dilakukan, apalagi kalau tidak mampu membayarnya, kecuali memang sangat darurat, karena itu seorang muslim harus hati-hati dalam masalah utang.
Rasulullah saw bersabda: “Berhati-hatilah dalam berutang, sesungguhnya berutang itu suatu kesedihan pada malam hari dan kerendahan diri (kehinaan) pada siang hari ” (HR. Baihaki)
Namun apabila manusia yang berutang tidak mau memperhatikan atau tidak mau membayarnya, maka hal itu akan membawa keburukan bagi dirinya, apalagi dalam kehidupan di akhirat nanti.
Hal ini karena utang yang tidak dibayar akan menggerogoti nilai kebaikan seseorang yang dikakukannya di dunia, kecuali bila ia memang tidak mempunyai kemampuan untuk membayarnya.
Rasulullah saw bersabda: “Utang itu ada dua macam, barangsiapa yang mati meninggalkan utang, sedangkan ia berniat akan membayarnya, maka saya yang akan mengurusnya, dan barangsiapa yang mati, sedangkan ia tidak berniat akan membayarnya, maka pembayarannya akan diambil dari kebaikannya, karena di waktu itu tidak ada emas dan perak ” (HR. Thabrani).
9. Peka Terhadap Peringatan.
Peka terhadap peringatan membuat seseorang mudah menerima segala peringatan dan nasihat dari siapapun agar waspada terhadap segala bahaya dalam kehidupan di dunia dan akhirat, sikap ini merupakan sesuatu yang amat penting karena setiap manusia amat membutuhkan peringatan dari orang lain, karenanya orang seperti itu akan mudah menempuh jalan hidup yang benar sehingga mendapat jaminan akan masuk ke dalam surga.
Orang seperti ini digambarkan oleh Rasulullah saw sebagai orang yang berhati seperti burung sebagaimana disebutkan dalam sabdanya: “Akan masuk surga kelak kaum-kaum yang hati mereka seperti hati burung ” (HR. Ahmad dan Muslim).
10. Menahan Amarah
Al ghadhab atau marah merupakan salah satu sifat yang sangat berbahaya sehingga ia telah menghancurkan manusia, baik secara pribadi maupun kelompok. Ada beberapa bahaya dari sifat marah yang harus diwaspadai.
Pertama, merusak iman, karena semestinya bila seseorang sudah beriman dia akan memiliki akhlak yang mulia yang salah satunya adalah mampu mengendalikan dirinya sehingga tidak mudah marah kepada orang lain.
Rasulullah saw bersabda: “Marah itu dapat merusak iman seperti pahitnya jadam merusak manisnya madu ” (HR. Baihaki).
Kedua, mudah mendapatkan murka dari Allah swt terutama pada hari kiamat, karena itu pada saat kita hendak marah kepada orang lain mestinya kita segera mengingat Allah sehingga tidak melampiaskan kemarahan dengan hal-hal yang tidak benar.
Allah swt berfirman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Qudsi:
“Wahai anak Adam, ingatlah kepada-Ku ketika kamu marah. Maka Aku akan mengingatmu jika Aku sedang marah (pada hari akhir) “.
Ketiga, mudah marah juga akan mudah menyulut kemarahan orang lain sehingga hubungan kita kepada orang lain bisa menjadi renggang bahkan terputus sama sekali. Oleh karena itu, seseorang baru disebut sebagai orang yang kuat ketika ia mampu mengendalikan dirinya pada saat marah sehingga kemarahan itu dalam rangka kebenaran bukan dalam rangka kebathilan.
Rasulullah saw bersabda: “Orang kuat bukanlah yang dapat mengalahkan musuh, namun orang yang kuat adalah orang yang dapat mengontrol dirinya ketika marah ” (HR. Bukhari dan Muslim).
Apabila seseorang mampu menahan amarahnya, maka dia akan mendapatkan nilai keutamaan yang sangat besar dari Allah swt, dalam hal ini Rasulullah saw menyebutkan jaminan surga untuknya: “Janganlah engkau marah dan surga bagimu ” (HR. Ibnu Abid Dunya dan Thabrani).
11. Ikhlas Menerima Kematian Anak dan OrangYangDicintai.
Setiap orang yang berumah tangga pasti mendambakan punya anak, karena anak itu menjadi harapan masa depan dan kesinambungan keluarga. Karenanya bahagia sekali seseorang bila dikaruniai anak, baik laki maupun perempuan.
Karena itu saat anak lagi disayang dan amat diharapkan untuk mencapai masa depan yang baik tapi tiba-tiba meninggal dunia, maka banyak orang tua yang tidak ikhlas menerima kenyataan itu. Bila sebagai orang tua kita ikhlas menerima kematian anak, maka hal ini bisa memberi jaminan kepada kita untuk bisa masuk surga.
Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah mati tiga anak seseorang, lalu dia merelakannya (karena Allah) kecuali dia rnasuk surga”. Seorang wanita bertanya: “atau dua orang anak juga, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab: “atau dua anak” (HR. Muslim).
Meskipun demikian, sedih atas kematian anak tetap boleh dirasakan karena tidak mungkin rasanya kematian anggota keluarga tanpa kesedihan, Rasulullah saw sendiri amat sedih atas kematian anaknya, namun kesedihan yang tidak boleh berlebihan seperti meratap.
Dalam suatu hadits dijelaskan: Anas ra berkata: Ketika Rasulullah saw masuk melihat Ibrahim (puteranya) yang sedang menghembuskan nafasnya yang terakhir, maka kedua mata Rasulullah saw bertinang-linang ketika ia wafat, sehingga tampak air mata mengalir di muka beliau. Abdurrahman bin Auf berkata: “Engkau demikianjuga ya Rasulullah?”. Jawab Nabi: “Sesungguhnya ini sebagai tanda rahmat dan belas kasihan”, Lalu beliaubersabda: “Mata berlinang dan hati merasa sedih, tapi kami tidak berkata kecuali yang diridhai Tuhan dan kami sungguh berduka cita karena berpisah denganmu hai Ibrahim (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Di dalam hadits lain, jaminan surga juga diberikan Allah swt kepada orang yang ridha menerima kematian orang yang dicintainya dalam kehidupan di dunia ini.
Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda dalam hadits qudsi: “Tidak ada pembalasan dari bagi seorang hamba-Ku yang percaya, jika Aku mengambil kekasihnya di dunia, kemudian ia ridha dan berserah kepada-Ku, melainkan surga ” (HR. Bukhari).
12. Bersaksi Atas Kebenaran Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang tidak perlu diragukan lagi kebenarannya oleh setiap muslim, namun kenyataan menunjukkan tidak semua muslim mau bersaksi dalam arti menjadi pembela kebenaran Al-Qur’an dari orang yang menentang dan meragukannya, bahkan tidak sedikit muslim yang akhimya larut dengan upaya kalangan non muslim yang berusaha meragukan kebenaran mutlak Al-Qur’an.
Bersaksi atas kebenaran Al-Qur’an juga harus ditunjukkan dengan penyebaran nilai-nilainya dalam kehidupan masyarakat dan yang lebih penting lagi adalah kebenaran Al-Qur’an itu ditunjukkan dalam sikap dan prilakunya sehari-hari.
Orang seperti inilah yang mendapat jaminan masuk surga oleh Allah swt sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya: Dan apabila mereka mende-ngarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari Kitab-Kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan Kami, Kami telah beriman, Maka catatlah Kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Ouran dan kenabian Muhammad saw). Mengapa Kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada Kami, Padahal Kami sangat ingin agar Tuhan Kami memasukkan Kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh ?”. Maka Allah memberi mereka pahala terhadap Perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya). (QS. Al-Maidah: 5]: 83-85).
13. Berbagi Kepada Orang Lain.
Banyak kebaikan yang harus kita lakukan dalam hidup ini sehingga kebaikan-kebaikan yang kita laksanakan itu membuat kita menjadi manusia yang dirasakan manfaat keberadaan kita bagi orang lain sehingga apapun yang kita miliki memberi manfaat yang besar bagi orang lain apalagi bila hal itu memang amat dibutuhkan oleh manusia.
Salah satunya adalah bila seseorang memberikan binatang ternak yang dimiliki seperti kambing untuk kemudian dinikmati susu-nya oleh banyak orang. Bila ini dilakukan, jaminan surga dijanjikan oleh Allah swt
Sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah saw: “Empat puluh kebaikan yang paling tinggi adalah pemberian seekor kambing yang diperah susunya. Tidak seorangpun yang melakukan salah satu darinya dengan mengharapkan pahala dan membenarkan apa yang dijanjikan karenanya, kecuali Allah memasukkannya ke dalam surga ” (HR. Bukhari).
14. Hakim Yang Benar.
Dalam hidup ini banyak sekali perkara antar manusia yang harus diselesaikan secara hukum sehingga diperlukan pengadilan yang mampu memutuskan perkara secara adil, untuk itu diperlukan hakim yang adil dan bijaksana sehingga ia bisa memutuskan perkara dengan sebaik-baiknya. Bila ada hakim yang baik, maka ia akan mendapat jaminan bisa masuk ke dalam surga.
Rasulullah saw bersabda: Hakim-hakim itu ada tiga golongan, dua golongan di neraka dan satu golongan di surga: Orang yang mengetahui yang benar lalu memutus dengannya, maka dia di surga. Orang yang memberikan keputusan kepada orang-orang di atas kebodohan, maka dia itu di neraka dan orang yang mengetahui yang benar lalu dia menyeleweng dalam memberikan keputusan, maka dia di neraka (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’l, Ibnu Majah dan Hakim).
Oleh karena itu, ketika seorang muslim menjadi hakim, maka ia harus menjadi hakim yang benar, yakni hakim yang tahu tentang kebenaran dan ia memutuskan perkara secara benar.
Allah swt berfirman: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, danjanganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat (QS An Nisa [4]:105).
Mudahan-mudahan kita termasuk orang yang mau berusaha untuk bisa masuk ke dalam surga.
Continue Reading...

Berbuah Taqwa

Taqwa adalah predikat orang beriman yg paling tinggi. Kearah inilah seluruh peribadatan ditujukan. Allah SWT sangat mencintai dan memuliakan orang-orang yang bertaqwa, dan akan menghadiahi mereka dengan balasan syurga di akhirat kelak.
Firman Allah SWT : “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam surga yang penuh kenikmatan ” (QS. Ath Thuur: 17).
Karena begitu mulia dan tingginya kedudukan taqwa ini, maka untuk mencapainya diperlukan kerja keras serta usaha yang sungguh-sungguh dan terus menerus sepanjang hayat.
Untuk menggapai status taqwa ini, Allah SWT telah menunjukkan jalan atau tuntunan dengan melaksanakan ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lainnya, yaitu ibadah langsung dengan Allah SWT (hablun minallah), yaitu bertujuan untuk melatih atau mendidik yang bersih dan ikhlas, maka akhlak seseorang akan baik dan akan membuahkan amal-amal yang baik pula. Sebagaimana yang disabdakan Nabi SAW:
“Ketahuilah bahwasanya dalam jasad (manusia) ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik maka akan baiklah semua jasad manusia. Akan tetapi apabila segumpal daging itu rusak, maka akan rusaklah seluruh jasad manusia. Ketahuilah (oleh kalian), bahwa segumpal daging itu adalah qalbu ” (HR Muslim).
Shalat (sebagaimana yang telah disinggung di atas) bukanlah satu-satunya ibadah yang berfungsi untuk pendidikan dan pelatihan jiwa (qalbu) agama menghasilkan akhlaqul karimah, yang akan membuahkan amalan-amalan shaleh serta mulia (rahmatan lil alamin).
Akan tetapi shalat merupakan ibadah utama untuk tujuan atau maksud tersebut. Amal ibadah adalah hal yang sangat penting dan merupakan kunci untuk bahagia atau celakanya seseorang di akhirat kelak. Ibadah shalatlah yang mula pertama kali yang akan diperiksa atau ditimbang pada hari kiamat kelak (sebelum memeriksa amalan-amalan yang lainnya).
Ibadah Prioritas
Mengingat sangat penting dan vitalnya urusan ibadah shalat ini, dan yang akan menentukan kedudukan manusia di akhirat kelak, apakah akan masuk surga atau masuk neraka, maka seyogyanyalah ibadah yang satu ini mendapat perhatian dan prioritas utama dalam pemeliharaan dan pengamalannya, baik tata caranya maupun waktu-waktu pelaksanaannya.
Agar shalat kita mencapai sasarannya, (membentuk pribadi yang bertaqwa), maka langkah-langkah atau kiat-kiat di bawah ini perlu diusahakan.
1. Hendaklah berwudhu dengan sempuma, kemudian berangkat menuju tempat shalat dengan hati yang ikhlas dan tenang serta dengan rasa senang karena hendak menghadap atau bertemu dengan Allah SWT.
2. Hendaklah berangkat dengan keyakinan yang sungguh-sungguh, bahwa Allah SWT sangat mencintai dan menyayangi hamba-Nya yang bertaqwa.
3. Hendaklah menghadap Allah SWT (shalat) dengan khusyu’ dan berbekal hati yang ikhlas serta rasa syukur yang sebesar-besarnya, karena Dia telah menurunkan agama kepada kita, yang akan mengantarkan kita kepada kehidupan bahagia, baik di dunia maupun diakhirat kelak.
4. Menyakini dengan sungguh-sungguh bahwa janji Allah SWT pasti benar dan hanya lslamlah agama yang diterima-Nya.
5. Memahami makna dan bacaan shalat. Dengan memahaminya maka hubungan antara seorang hamba dengan Allah SWT akan lebih komunikatif, sehingga akan sangat membantu kekhusyu’an.
6. Menyakini, menghayati dan merasakan bahwa kita sedang menghadap Allah SWT, di mana Dia selalu melihat dan memperhatikan semua keadaan dan tingkah laku kita, bahkan isi hati kita.
7. Memahami atau menghayati bacaan shalat dengan sungguh-sungguh dengan bacaan yang tartil dan tidak terburu-buru
8. Berdoa dengan sungguh-sungguh di dalam shalat, karena Allah SWT akan mengabulkan doa hamba-Nya.
9. Bersikaplah seolah-olah shalat kali ini adalah yang terakhir, karena sesungguhnya kita tidak tahu apakah umur kita akan sampai besok atau tidak.
10. Hendaklah selalu mewaspadai gangguan syetan yang selalu berusaha untuk membuyarkan pikiran atau kekhusyu’an orang yang sedang shalat.
11. Menjauhi perkara-perkara yang tidak bermanfaat, baik melalui perbuatan, pendengaran, penglihatan maupun hati (pikiran). Karena hal itu bisa membuat hati kita kotor kembali yang akan menjadikan shalat yang kita kerjakan sia-sia.
12. Memahami bahwa indikasi ibadah shalat seseorang diterima Allah SWT atau tidak, terlihat dari akhlaqnya di luar shalat, bukan ketika melaksanakan shalat.
13. Di setiap keadaan baik hendaklah selalu bersikap ihsan, yaitu bersikap seolah-olah kita melihat Allah SWT dan menyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Allah SWT pasti melihat, mengawasi dan berada bersama kita.
14. Menyakini dengan sungguh-sungguh bahwa amal perbuatan yang kita lakukan di dunia merupakan tanaman atau tabungan bagi diri kita sendiri yang akan kita panen atau kita petik serta kita pertanggung-jawabkan dihadapan-Nya diakhirat kelak.
Continue Reading...

Cinta Hakiki

Cinta memang sebuah kata yang unik. Manusia tenggelam dalam kesesatan dan kedurjanaan gara-gara cinta. Manusia tidak kuat menanggung hidup ini dan akhirnya rela menghabisi nyawa sendiri gara-gara cinta.
Manusia rela menohok kawan, menjilat atasan menginjak yang lemah gara-gara cinta. Pasangan muda-mudi melarikan diri dari orang tua dan durhaka kepadanya, gara-gara cinta. Kata cinta mewakili sebuah perasaan yang menakjubkan.
Cinta merupakan sumber kebahagiaan, cinta merupakan sumber pengorbanan, cintasumberkehancuran, cinta sumber kemuliaan, cinta siunber keselamatan, dan seterusnya, dan cinta adalah anugerah dari Yang Maha Agung, yaitu Yang menjadi sumber cinta dan segala kecintaan. Maka harus hati-hati dengan cinta. Manakah cinta yang mampu membangkitkan semangat mencapai kemuliaan hidup? Cinta yang manakah yang hakiki?
Manusia mencintai sesuatu karena berbagai sebab. Manusia cinta pada bunga, karena bunga itu indah warnanya menyejukkan hati siapa yang memandangnya Keindahan dan semerbaknya harum bunga menarik simpati manusia untuk menyukai dan mencintainya. Demikian juga manusia mencintai harta benda, karena harta adalah sarana untuk mempertahankan hidup dan mencapai kebahagiaan.
Kalau manusia dapat mencintai keindahan bunga, harta benda, anak-anak, wanita yang cantik, namun mengapa manusia tidak dapat mencintai yang menciptakan itu semua?
Ya, kebanyakan manusia teramat bodoh, ia mampu mencintai segala sesuatu di dunia ini dengan sepenuh hatinya, ia berani berkorban apa saja, ia rela jiwa dan raga diperas untuk memenuhi kecintaan terhadap benda-benda tersebut. Meski tak jarang karena benda-benda yang dicintainya itu, harta, wanita dan tahta ia justru terjerumus kepada perbuatan nista.
Sejatinya mencintai segala sesuatu di dunia ini harus dapat menghantarkan seseorang kepada mencintai Yang Menciptakan itu semua, cinta yang membuahkan cinta kepada Sang Khaliq, yang berhak untuk lebih dicintai.
Mencintai segala sesuatu di dunia ini hanyalah khayali, bukan hakiki. Mencintai sesuatu yang tidak didasari cinta kepada Ailah SWT yang menciptakan sesuatu itu hanya akan membuahkan kerugian.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasui-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya’. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik” (QS. At-Taubah [9]: 24).
Dalam ayat yang lain Allah SWT tegaskan bahwa orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah dari yang lainnya, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah[2]:165).
Tanda-tanda Cinta
Dalam kitab Ihya Imam al-Ghazali menyampaikan setidaknya ada beberapa tanda-tanda cinta, diantaranya:
1. Senang bertemu dengan Yang dicintai
Sudahkah diri kita merasa gembira apabila bertemu dengan-Nya?. Khusyu’kah sholat kita?. Merasa tentramkah ketika berdialog dengan-Nya?. Ataukah sebaliknya?.
2. Suka berdzikir, ingat kepadanya
Dzikir lisan, dzikir batin, dzikir perbuatan, semuanya menyatu dalam diri pecinta. Di mana pun, kapan pun dan dalam situasi bagaimana pun, senantiasa ingat kepadanya. Dalam keadaan duduk, berdiri, berbaring, ia selalu menyebut asma’-Nya. Baik di rumah, di kantor, saat berekreasi, ia tak luput dari mengingat-Nya. Dapatkah kita sebut seseorang itu tengah jatuh cinta sementara ia jarang sekali mengingat, apalagi menyebut-nyebut-Nya.
3. Takut berpaling, takut tertandingi dan takut dijauhkan
Para pecinta, pasti akan merasakan ketakutan bila suatu saat ia akan dipalingkan dari yang dicintainya, takut pula terhalangi dan dijauhkan dari yang dicintainya.
4. la merasakan kenikmatan yang tak terhingga dalam ketaatan dan tak ingin keluar dari ketaatan itu.
Manusia yang tengah dimabok cinta kepada Allah SWT, segala perintah-Nya dijalankan tanpa payah sedikitpun. la rela dan pasrah berserah diri. dia ikhlas tanpa paksaan dalam menjalankan perintah-perintah-Nya.
5. Tidak bersedih hati atas segala sesuatu yang luput darinya, kecuali Allah SWT.
Manusia yang tengah jatuh cinta, yang diinginkannya hanyalah yang dicintainya, yang lain-lain boleh luput darinya, tapi dia tak menginginkan yang dicintainya luput darinya.
Itulah sekelumit tentang cinta kepada Sang Khaliq, yang menciptakan fitrah mencintai. Semoga kita termasuk orang-orang yang menjadikan cinta kita hanya untuk dan karena-Nya.
Continue Reading...

Menjaga Pandangan

menjaga pandangan
“Allahumma inni audzubika min fitnatin nisaa, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah wanita”. Seorang teman mengajarkan doa tersebut kepada saya.
Ia memaparkan bahwa doa tersebut merupakan perisai yang ampuh bagi para pria saat melihat wanita yang membuatnya tergoda.
Nafsu senantiasa bergejolak apalagi saat stimulan bermunculan. Perkara menundukkan nafsu itu yang menjadi sebuah kreativitas.
Saat manusia melihat apa yang diharamkan Allah SWT, maka boleh jadi ia tergoda oleh bisik rayu setan dan pandangan liar yang haram menjadi pintu masuk maksiat yang lebih besar.
Meski hanya sekilas pandang, namun bila tidak segera ditundukkan maka pandangan akan menyerang pikiran dan membuat jiwa gelisah. Bila tak mampu ditundukkan, maka nafsu akan mendorong diri untuk berlaku maksiat.
Allah SWT mencegah pandangan liar di kalangan Mukminin, baik pria maupun wanita. Dalam surah An-Nuur ayat 30, Allah SWT berfirman, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’ “.
Pada ayat 31 surah yang sama, Allah SWT pun memerintahkan hal yang sama kepada kaum wanita, yakni menahan pandangan dan menjaga kemaluannya.
Bahkan, Rasulullah SAW pun mencegah sahabat secara langsung begitu tak mampu menundukkan pandangan. Alkisah, salah seorang sahabat bernama Al Fadhl bin Abbas sedang berdiri di samping Rasulullah SAW saat berhaji. Lalu datanglah seorang wanita ke arah Nabi Muhammad SAW untuk bertanya tentang suatu hal.
Al Fadhl melempar pandang kepada wanita tersebut, dan wanita itu pun melihat kepadanya. Saat Rasulullah SAW mengetahuinya, maka beliau memalingkan wajah Al Fadhl ke arah lain agar terhindar dari dosa. (Hadis Muttafaq Alaihi, Bulughul Maram hadis 732).
Rupanya kemunculan maksiat tak melihat tempat dan suasana. Dalam kondisi haji dan berdiri di samping Rasulullah SAW sekalipun, pandangan liar berpotensi dosa dapat bermunculan.
Marilah saudaraku seiman kita mencoba ikut ambil bagian dalam perintah Allah SWT dan Rasul-Nya ini. Menundukkan pandangan, itulah latihan yang perlu kita lakukan.
Meski Anda belum mengetahui maksud dan manfaat menundukkan pandangan seperti yang diperintahkan, namun yakinlah bahwa kebaikan itu akan berpulang pada dirimu. Paling tidak doa kita mendapat ijabah, shalat kita khusyuk, sujud dan tadharru kita akan bermakna.
Sebab Rasulullah SAW bersabda, “Setiap Muslim yang melihat kecantikan seorang wanita pada kali pertama kemudian ia berusaha untuk menundukkan pandangannya, maka pasti Allah akan menggantikan untuknya sebuah ibadah yang dapat ia rasakan kenikmatannya.” (HR Ahmad).
Bila Anda ingin mendapati kekhusyukan serta kenikmatan beribadah kepada Sang Khalik, maka mulailah melakukannya dari sesuatu yang kecil, yakni menundukkan pandangan.
Continue Reading...

Waladun Shaleh


Anak dalam bahasa Arab disebut waladun, suatu kata yang mengandung penghormatan sebagai makhluk Allah yang tengah menempuh perkembangan menjadi abdi Allah yang shaleh.
Anak menurut ajaran Islam adalah amanah Allah yang dititipkan kepada orang tuanya. Amanah tersebut menuntut adanya keharusan orang tua menghadapi dan memperlakukannya dengan sungguh-sungguh, hati-hati, teliti dan cermat. Sebagai amanah anak harus dijaga, dibimbing dan diarahkan selaras dengan apa yang diamanahkan.

Continue Reading...

Selasa, 14 Desember 2010

UAS 2010

Sejauh apa ci kalian tahu tentang UAS?
UAS, banyak orang bilang hal ini adalah hal yang paling mengerikan. Soalnya rata-rata orang Indonesia tu pada gag suka ujian. Gag tau sebab musababnya kenapa. Tapi menurut riset yang telah diadakan kepada 9 dari 10 orang Indonesia mereka merasakan kesusahan jika UAS telah datang. Tetapi kayagnya ya sebab musabab tu gara-gara pengawas yang galak-galak, trus gag ada kesempatan buat ngrepek and chitting-chitting ke temen. Mungkin tu ya..
Tetapi sebenarnya kita bisa kok ngambil keuntungan dari itu. Diantaranya Kita bisa masuk PMDK dengan mudah ataupun masuk ke universitas ter faforit yang kita inginkan. Tetapi hal itu bisa kita capai kalau misalnya nilai raport kita tu bagus kalau gag ya jangan harap.
Ya semoga aja nilai kita semua pada UAS kali ini bagus semua dan bisa mencapai apapun yang kita harapkan. Amien ..
Continue Reading...

kritik saran buat MAN 3


Kritikan dan saran buat sekolah tercintaku MAN 3 MALANG
Gag banyak-banyak..
Cuma kita minta wireless nya kapan di hidupin..??
Masa’ Cuma di batasi sampai ruang guru doank..
Trus… kita juga minta jangan ada rolling kelas lagi..
             Kita udah enag sama anag satu kelas yang sekarang..
            Ya tapi kalau terpaksa di rolling berarti kelas Biling dan olimp harus di rolling juga..
            Mau gag mau harus tetep di rolling kalau kebijakannya harus tetep di rolling..
Continue Reading...

kritik tentang UAS 2009-2010

UAS???
Sumpah dehh UAS tahun ini… cuanggih buanggeedttzz..
Kamu tau kenapa..
Soalnya itu ternyata bisa kita dapatkan dari soal-soal tahun lalu.. ya walaupun gag semuanya she.. tapi paling gag ada yang nyrempet dikit..
Tapi yaw… tetp ajach aq banyak kenak remed..
Gag taw tu scan nya yang salah atau kah emang akua yang salah..
Apalagi TIK …
Dari tahun ke tahun kok ya rasanya tu aq gag pernah gag remed.. heran dech??!!
Pliss dech .. khusu buat pak Gusty klaw bkin soal jangan terlalu bullet. Kasian muridnya pak..
Lagian kalau gag da yang remed bapak jugakan yang bangga sebagai guru TIK.
Tapi ..ya sudahlah itu sudah berlalu..
Buat pelajaran ajach..
Tahun depan sebelum UAS kita harus rajin-rajin pergi ke perpus
Buat nyari Bank Soal..
Tapi jangan sampai guru-guru yang lain tahu..
Byar mereka gag berniat buat ngerubah soal.
Bukannya kalau muridnya gag ada yang remed Bapak Ibu guru juga yang bangga..
Toh cara tadi halal buat di tempuh..
Continue Reading...

Berkeliling di antariksa dengan Google Sky





Sepertinya saat ini pemerintah belum benar-benar menyadari betapa pentingnya internet bagi kehidupan. Termasuk sekolah saya tercinta. Memang mereka fikir internet hanya bias di buat untuk facebokk-an dan twitter- an doank.. katroks banget ce..(heehehe.. cry.. bapak ibu guru jangan esmosi esmoni saja. Saya hanya bercanda). Rasanya kami sebagai sebagai sorang murid MAN 3 merasa dirugikan aplagi anak Ma’had sedikit kesal apabila wireless di sekolah masih di batasi kecuali di depan ruang guru. Sebenarnya kalau kita mau menyelidiki secara mendalam internet tidak hanya bias digunakan untuk facebokk-an dan twitter- an doank ataupun lihat gossip tetapi internet juga bias digunakan untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bumi selain itu hal-hal yang terjadi di jagat raya (angkasa). Dengan Google Sky, kita bisa mengetahui lebih jauh mengenai bintang dan planet yang ada seperti pada saat anda menggunakan Google Earth.
Masih belum sadar jugakah pemerintah dan sekolah tercinta kita untuk mewujudkan koneksi internet yang murah dan mudah tidak perlu ada batasan-batasan apapun? Aduh!!!!

Continue Reading...

S3k3DaR PeN93taHuaN

Berapa umur wanita merasa paling cantik dalam hidupnya? sebuah survei menyebutkan wanita merasa paling cantik saat usianya mencapai 32 tahun.
Survei perusahaan air mineral yang menjaring 1.500 wanita via dalam jaringan menyebutkan hampir 40 persen wanita menyatakan mereka merasa paling menarik saat mencapai usia 32 tahun. Di antara selebriti yang mengaku kecantikannya paling berkilau saat 32 tahun antara lain Sarah Michelle Gellar, Sophie Dahl dan Liv Tyler.
Pada umur 32 tahun, para wanita memiliki rasa percaya diri dari pengalaman hidup, kehidupan cinta, serta menjaga pola makan sehat.
Sandra Wheatley, seorang psikolog, seperti yang telah dikutip dari Daily Mail mengatakan temuan survei menunjukkan bahwa di usia ini wanita memiliki prestasi serta terlihat muda.
"Bagi saya, rasa percaya diri wanita sangat dipengaruhi kepribadian wanita itu sendiri. Rasa percaya diri timbul sebagai tanda bahwa kita dihargai karena kemampuan bukan hanya penampilan saja," ungkapnya.
Kecantikan, menurut Wheatley, berkaitan dengan kepercayaan dan pengalaman hidup. Pada usia 32 tahun, seorang wanita telah melewati dan memiliki lebih banyak pengalaman hidup dari pada saat berusia muda.
"Wanita bisa juga menjadi musuh terburuk diri mereka sendiri dengan saling mengkritik berat dan keriput di wajah. Tapi, temuan terbaru menemukan, kecantikan lebih dari sekedar kulit luarnya saja."

tips buat jadi muslimah gaul


Setelah sempat dilecehkan, akhirnya busana muslimah diterima di tengah masyarakat kita. Bahkan busana jenis ini, kemudian menjadi trend yang terus berkembang. Tidak lagi sulit menemukan wanita yang mengenakan busana muslimah lengkap dengan kerudung yang menutupi auratnya. Beragam mode, corak dan warna busana muslimah begitu indah dipandang mata. Berbagai pasar dan pusat perbelanjaan yang merupakan mata rantai dari busana jenis ini, juga menyediakan keleluasaan memilih bagi para muslimah, dengan begitu banyak mode yang mereka tawarkan.

Aneka pilihan busana muslimah membuka jalan bagi para muslimah untuk tampil lebih gaya. Tentunya bukan gaya yang berlebihan dan berkonotasi negatif.Namun, langkah seorang muslim dan muslimah harus seiring sejalan dengan tuntunan al Qur'an dan hadist yang sangat mulia. Jadi tidak sekedar tampil gaya, kita pun harus memperhatikan busana dan cara berbusana seperti yang diajarkan dalam Islam.

Untuk itu, yang perlu diperhatikan dalam berbusana muslimah adalah:

1. Menutupi seluruh tubuh, selain yang dikecualikan.
Pendapat ulama yang paling kuat tentang bagian tubuh yang dikecualikan dan boleh terlihat adalah muka dan telapak tangan.

2. Memakai kerudung sampai dada Ketentuan ini merujuk pada al Qur'an surat An Nuur ayat 31, "Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung hingga ke dadanya." Ketentuan ini juga ada pada surat al Ahzab ayat 59, "Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka keseluruh tubuh."

Dengan demikian kriteria kerudung yang sesuai dengan ayat-ayat di atas adalah yang menutup rambut, leher sampai ke dada. Bukan yang hanya menutup rambut atau sampai leher saja.

3. Tidak tipis sehingga terlihat kulit dan bayangan tubuh dibaliknya.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah pernah memberi Usamah bin Zaid Qubthiyyah (pakaian dari katun yang tipis) yang kasar. Tetapi Usamah tidak memakai dan ia memberikan pada istrinya. Nabi SAW bersabda, "Suruhlah ia memakai rangkapan (puring) didalamnya, agar tidak terlihat lekuk-lekuk tulangnya."

4. Tidak ketat sehingga tergambar jelas bentuk tubuhnya.
Busana ketat walau tidak tipis akan memperlihatkan lekuk tubuh wanita, misalnya bentuk pinggul, dada, bokong dan sebagainya. Meskipun berpakaian dan menutup rambut, sebenarnya ia tetap saja telanjang. Busana mode ini akan lebih membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Muslim disebutkan wanita yang mengenakan busana seperti ini kelak tidak akan masuk surga bahkan mencium bau surga pun tidak bisa.

5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki ,yang dimaksud adalah larangan menyerupai laki-laki secara keseluruhan. Bukan hanya kesamaan dalam satu potongan pakaian saja misalnya celana panjang yang bisa dikenakan oleh pria atau wanita. Agar tidak membentuk tubuh, sebaiknya celana tersebut berpipa lebar dilengkapai dengan stelan baju yang agak panjang.

6. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir Masih menurut Abu Syuqqah, prinsip nomor 5 di atas juga bisa dipakai. Yang terlarang adalah menyerupai secara keseluruhan, misalnya busana muslimah yang menyerupai biarawati.

7. Tidak dimaksudkan untuk pamer atau menarik perhatian laki-laki.
Wangi parfum yang berlebihan dan gaya berjalan yang dibuat-buat dapat menarik perhatian laki-laki dan bisa menimbulkan fantasi seronok. Karenanya harus dihindari, agar tujuan memakai busana muslimah untuk melindungi muslimah itu sendiri. Prinsip kesederhanaannya tercakup disini, maksudnya harus dihindari gaya busana dan hiasan yang berlebihan supaya tidak menarik perhatian yang tidak semestinya.

Wahai ukhtiku yang dirahmati Allah, marilah kita memperbaiki penampilan diri kita, menjadi wanita muslimah yang selalu diridhai Allah karena pakaian takwa adaalah pakaian yang sempurna, Let's go menjadi bidadari dunia yang dapat membuat bidadari syurga cemburu. Segerakan untuk merubah pakaian jahiliyah yang selama ini kita banggakan karena tahukah kita bahwa pada waktu Rasulullah Saw melaksanakan isra' mi'raj pada waktu beliau melewati neraka kebanyakan didalamnya adalah"Wanita yang berpakaian tapi telanjang" Na'uzubillahi mindzalik, semoga Allah selalu melindungi kita ukhtiku, dan wanita yang memakai pakaian yang takwa tidak akan dijilat tubuhnya oleh api neraka yang sangat....100Mx panasnya

MuSliMaH 9aUL daN CaNtIk

MuSliMaH 9aUL daN CaNtIk

9!La" aN

9!La" aN

lebran tahun ini... menurutQ gag bgtu rame..
coz aQ gag bsa ktemu sma smwa swdaraQ. ea walaupun kita ada acra ngumpul-ngumpul breng kluarga tapi tetep ajach sepi.
udah gtu gag bisa ktemu ma tmen" lama lagi..

tapi.. aQ da cukup puaz.. coz aQ ktmu swdara ang sblumnya blum prnah aQ knal.. selain ntu, angpaow eang aQ da[etin jga lumayan bnyak..

ea mnrutQ cma tu ja eang bsa buwadt aQ seneng.. eang lain.. bysa ja..

oh ea.. pgen tw fto”Q pas ngumpul bareng adek”Q…

ni lihadt selengkapnya ..

Mengenai Saya

Foto saya
malang, jawa timur, Indonesia
gag banyak kok yang perlu kalian kenal daria ku.. aku orangnya byasa ja ce.. cma agak sedikit leby hehehehhehehe.. aq suka bnget jahilin orang .. so, hati" kalau kalian deket ma aq.. pa lagi yaw.. kayage da dulu deh.. dadadadadada..
 

MusLiMaH GaUL Copyright © 2009 Girlymagz is Designed by Bie Girl Vector by Ipietoon